Rabu, 07 September 2011

religi

Lebaran yang dirayakaan
Setelah sebulan lamanya menunggu dan akhirnya waktu yang di tunggu tiba juga. Bukan Cuma dengan berdiam diri kita menunggu datangnya momen itu, tapi dengan menjalani puasa menahan lapar dan dahaga hari raya itu akan bisa di rasakan dengan perasaan yang beda. Berbagai macam jenis kebahagiaan sudah barang tentu kita bisa rasakan…ada kepuasan tersendiri saat merayakan hari raya itu bila kita mengikuti prosesnya dari awal.
Hanya saja untuk kali ini ak sendiri merasakan perbedaan yang sangat berbeda disaat hari raya tiba, tidak ada kebahgiaan, tidak ada ketakutan, tidak ada kesedihan, bahkan tidak juga merasakan hal yang sebaiknya, tidak merasakan keceriaan tak merasakan geregetnya hati saat waktu yang kita nanti kita alami. Aku tidak terlalu memahami benar bagaimana menjelaskan yang aku rasakan saat ini. Aku percaya ini bukan sebentuk kehampaan hati atau kefanaan jiwa, karena awal menjelang puasa aku merasakan kekhawatiran yang sangat, tapi saat ini perasaan khawatir tidak sedikitpun aku rasakan. Padahal sehari menjelang puasa duit yang ada di kanong saku cuman 14 rb, itupun sebagian sudaah ak belikan sebungkus rokok. aku merasakan lebaran untuk kali ini adalah lebaran yang beda dan tidak seperti lebaran-lebaran sebelumnya. Bila aku bandingkan momen lebaran tahun kemaren ak sangat merasakan jembarnya swasana, damainya hati dan hanya kebahagiaan yang mungkin saja mendominsi dalam diri ku. Sehingga terlihat benar satu senyuman kecil ada di bibirku.
Aku seperti menjadi seorang individu yang terasing dengan lingkungannya. Menjadi seorang individu yang lagi tidak ingin tahu akan apa yang terjadi di sekelilingnya. Dan pembenaran aku untuk saat ini adalah perubahan yang ada diluar diriku yang menjadikan aku menjadi seperti ini. Perubahan yang mengharapkan prilaku dalam diri ini berubah tapi tidak paham dengan arah perubahannya. Ak menjadi seseorang yang lebih tertutup seolah aku tidak lagi memiliki hak untuk mengisakhan segala yang pernah terjadi dan menimpa diriku.
Mengenai hari raya lebaran kali ini, sebenernya ak lebih merasakan keprihatinan yang sangat. Mengenai adanya perbedaan waktu yang terjadi di agama islam dan hal ini jelas membuat aku merasa miris melihatnya. padahal bagaimanapun adanya, seharusnya setiap waktu yang kita lalui akan seelalu saling menyesuaikan dengan ruang. Sehingga kita bisa menemukan ketetapan yang sesuai dengan realitasnya sebenarnyas. Untungnya saja dalam ajaran islam hal perbedaan bukan merupakan sesuatu yang harus dibesar-besarkan hingga berujung pada konflik sesame muslim. Islam memang mangajarkan akan arti keindahan dalam perbedaan.
Memang dalam hal ini pemerintahlah yang punya kewnangan untuk menetapkan dan memutuskan kapan hari raya itu bisa kita rayakan. Akan tetapi disisi lain mengenai masalah keyakinan bukan merupakan hak pemerintah untuk menentukannya. Karena bagaimanapun juga bila sudah menyangkut soal keyakinan hanya individu-individulah yang berhak menentukannya.
Dan hal yang membuat ak paling gundah bila melihat momen penetapan hari raya ini justru terletak pada hal menetapkan kapan kita harus merayakan perayaan ini. Seperti ada hal yang tak pernah bisa aku terima saat pemerintah menetapkan kapan kita di perbolehkan merayakan perayaan hari raya ini. Bukannya ak tidak percaya dengan pemerintah hanya saja, aku berpikiran bagaimana jika penetapan tanggal jatuhnya hari raya itu beda dengan realitas yang sebenarnya.….
Pada penanggalan tahun hijriah yang menjadikan bulan sebagai landasan untuk menghitung sebagai tahun untuk mengingat dimulainya hijrah rasullullah. Dan segala momen kejadian yang pernah dialami dan di nyatakan oleh rasul, maka dalam menetapkan penanggalan seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan dan melihat momen-momen lainnya yang terjadi selama satu tahun. Ada pun momen momen tersebut seperti halnya malam LAILATULLQODR (yang dipercayai sebagai malam diturunkannya Al-Quran di malam ke 17 bulan Rhamadan),atau momen malam NISFU SYABAN(yang di percaya sebagai malam seribu berkah, dan pada moment malam tersebut bagi sebagian kalangan percaya bahwa disanalah malam tepat terbukanya pintu langit).
Pikiranku apakah momen momen tersebut hanyalah sebagai sebuah cerita kosong belaka yang tak akan pernah bisa kita buktikan kebenarannya, jika pun benar cerita itu memang nyata. Siapa saja yang pernah menyaksikan momen malam tersebut. Dan yang pasti, jarang sekali orang yang berani mengungkapkan akan kebenaran hal itu, karena sebagian mereka yang pernah mengalami dan membuktikan tak akan punya keberanian untuk memaparkannya. Sehingga menimbulkan kesan cerita seperti itu hanya sebatas cerita bualan saja, dan cerita itu hanya berlaku bagi kalangan orang yang sudah ma’rifat pada allah atau kalangan “tertentu saja”…
Sampai saat ini, aku sendiripun belum pernah menemukan orang yang sanggup menyatakan akan kebenaran moment LAILATULQODR dan NISFU SYA’BAN, karena ak sendiripun hanya baru mendengar bahwa penanggalan yang ada saat ini memiliki perbedaan waktu antara satu sampai dua hari dari waktu terjadinya moment tersebut. Coba saja bayangkan jika pernyataan yang pernah ak dengar tersebut merupakan kebenaran yang sesuai dengan terjadinya moment nisfu sya’ban dan lailatul qodr. Berarti secara tidak langsung, sebagian besar umat yang beragama islam tak akan pernah bisa sekalipun membuktikan kebenaran sebuah momen yang dianggap sangat istimewa dalam dunia islam, padahal momen tersebut ada dalam penanggalan agama islam. Akan tetapi tidak ada hal yang idak mungkin bagi sangpencipta, hingga ak percaaya bagi orang orang yang di percaya oleh sang pencipta agar bisa menyaksikan kebenaran itu moment tersebut pasti bisa di buktikan kebenarannya.
Mungkin saja, sebagian besar masyarakat kita dan sebagian para ulama yang duduk di dalam pemerintahan sudah tidak lagi bisa mendengar akan bahasa yang sudah di ungkapkan oleh alam. Atau mungkin juga sebagian besar dari kia sudah tidak lagi belajar mendengar bahasa alam. Sehingga kita seperti terasing dan tidak lagi saling mengerti akan kebutuhan masing masing. Dan apakah kita hanya mengamini cerita-cerita yang tak pernah kita alami untuk kita jadikan kebenaran. Apakah kita sudah tidak lagi tertarik untuk menemui kisah kisah yang dialami oleh para pendahulu kita. Bukankah kita diberi hak yangsama oleh sangpencipta untuk mengungkapkan tabir ke Esa an nya. Atau mungkin kita yang asik membatasi diri untuk menjadi bagian yang terpisah dari penciptaan.

Tidak ada komentar: