Rabu, 24 Maret 2010

lainnya

do'a dulu ah

Dan akirinya aku kembali mencoba mengawali hari dengan sedikit do’a. saat sebagaian orang masih terjaga, perlahan aku paksakan untuk membuka mata. Supaya bisa melihat warna cahaya yang bersahaja menyapa. Berat memang, jika janji dari indahnya hari tak pernah bisa menjadi bukti. Padahal pagi yang kembali sudah mengorbankan mimpi malam hari.
Indah Bulan malam ini tak secantik mawar ditaman.
Sayangnya aku tak menemukan keindahan, saat bunga mawar itu tak memiliki tangkai. Hingga akhirnya aku sadar bahwa hany tangkailah yang menjadikan mawar itu di lihat indah.
Diantara kepingan kepingan bahasa yang berada dalam bait bait kata yang bisa terbaca. Kembali aku mencoba mengeja keihidupan pada awal datangnya hari. Biar sepi, ternyata sisa embun yang tertempel pada dedauna menjadikan hati ini dirasa lebih hangat. Lantas, akankah pagi yang kembali akan seindah seperti biasanya. Bukankah awan hitam biasa menjadi penghalang akan datangnya cahaya.
Warna merah sebelum datangnya cahaya yang selalu aku damba. Warna merah sebagai salah satu petanda akan adanya gairah. Yap…gairah untuk menikmati hari yang akan kita jalani. Dan pagi ini aku tak akan berbagi keindahan.
Heuh…kehidupan, kehidupan yang pandai menyembunyikan ketakutan. Sayangna memang tidak ada kemampuan untuk meniadakan kekhawatiran. Was-was, tak biasanya menemani. Cemas, tak biasanya kujumpai saat pagi kembali. Lantas, apa yang sebenarnya akan tejadi. Ini semata hanya Karena hal yang tak biasa terkadang yang akan membuat segala sesuatu dirasa istimewa. Hal tak biasa yang biasanya kemudian dijadikan bahan cerita.
Seperti menunggu proses kelahiran. Dan kelahiran kali ini lingkungan yang menjadi rahim untuk mengeluarkan diriku. Rahim yang akan melahirkan kesadaran akan keadaan. Dan ini kemudian aku sebut sebagai kehidupan kedua, dari tak ada menjadi ada karena kesadarannya.
Dan sejenak aku sadar, jika jari jemari ini aku teruskan menari diantara hurup hurup mungkin saja tak akan pernah menghabiskan air tinta sari pati semsesta. Tak terasa jika akhirnya aku harus percaya bahwa airmata adalah kata yang pernah bisa diucapkan. Ia adalah bahasa ketulusan untuk meyakinkan sisi lain dari jiwa yang terasing saat sendirian.
Lantas, siapa yang akan segera tiba agar dapat merubah luka menjadi surga.
Bersiap siap menyambut orang yang tak pernah kita duga yang akan menjadi penyempurna hidup kita.

lainnya

pagi hari

Lantas, siapa yang sebenarnya menaburkan janji saat malam kembali. Padahal senja yang pergi masih saja bisa aku nikmati dalam kesendirian. Semua seperti menawarkan akan datangnya cahaya. Bukankah bulan yang punya kuasa akan jubah gelap yang melekat pada malam yang berujung kelam. Atau mungkin bintang yang menari yang akan lelapkan hati. Sehingga kita dibuatnya makin tak mengerti akan yang terjadi.
Sendiri kembali harus aku lewati malam sunyi. Taburan resah yang menjamah menjadikan kegelisahan ini seperti gairah yang harus segera tercurah. Sayangnya belum juga ada yang berani mendekat dan menjamah hingga mencurahkan keindahan. Otak kecilku berkata, “itulah adanya, keindahan yang mengalir dalam darah tak akan tercurah dan malam ini kembali tak akan kau dapatkan keindahan yang akan memanjakanmu saat kau terjaga”
Perlahan langit mulai mengitamkan malam, gelap seperti menjadi petanda. Akankah hujan akan kembali tiba dengan segera? Bukankah aku tak akan bisa menjaga untuk menggagalkan sesuatu yang akan segera tiba. Tidak ada yang bisa. bahkan sang pencipta, seperti tak punya kuasa untuk menggagalkan sesuatu hal yang sudah ia cipta dan ia percaya untuk mengelola alam semesta.
Untungnya semesta yang dipercaya mengatur dunia. Sehingga menjadikan manusia tak mampu menghadapinya, bahkan menaklukannya.
Yang sudah ia cipta yang dapat menjadikan segala sesuatu menjadi “ada” dan yang menjadi pembeda adalah rupa dari nama. Seperti halnya adam yang diciptakan dan hawa dijadikan dari bentuk dan unsur yang sama. Pada bagian bagian tertentu pemisahan antara yang diciptakan dan yang dijadikan terkadang saling menaklukan dan melumpuhkan. itu semata untuk menadapatkan satu kepuasan yang akan membawa pada perasaan dan mengekalkan keegoan.
Di balik semua kejadian, ada kesendirian yang tak akan pernah bisa mendapatkan segala yang di inginkan. Bukan semata karena banyaknya penghalang dari yang sudah ditentukan. Tetapi terkadang ketidak-mampuan dan ketidak-tahuan akan jalan untuk mendapatkan sering menjadikan segala yang diinginkan hanya menjadi sebuah harapan yang pernah diinginkan tapi tak pernah didapatkan. Lantas apalagi yang musti dilakukan, bukankan sebenarnya hanya cara untuk mati yang kita perlukan. Supaya keindahan akan hidup bias kita rasakan.
Adanya pilihan merupakan sebuah perselingkuhan akan kesetiaan. Supaya keindahan disisi lain yang tak pernah kita perlukan bisa juga kita rasakan. Hal itu ada Semata hanya membawa dan menghantarkan kita pada kesempurnaan hidup di dunia. Saat semuanya tiba, disana kita akan bertanya dengan siapa kita tiba. Apa dengan bekal baju yang sama atau hanya dengan telanjang dada supaya kita bisa langsung merasakan curahan cinta dari sang pencipta.
Sayangna perselingkuhan tidak pernah menjadi sebuah kebutuhan, sementara seksetiaan yang tidak pernah ada dihadapan tak juga didapatkan. Hanya sebatas kebodohan makin menjadikan perangkap-perangkap dirasakan sangat dekat. Kesetiaan yang lama di beritakan tak pernah bisa kita temukan. Haruskah kita tetap berkerashati mencari sesuatu hal yang takernah aku kenali. Lebih baik memang, bila kita mencari sesuatu hal yang belum kita temui dari pada kita mencari hal hal yang sudah di lewati. Sayangnya kita hanya berdiam diri melihat keadaan yang dirasakan saat ini yang sangat menyakitkan.

lainnya

Serat seret
Sebuah catatan awal yang belum rampung

Tak tahu dimana asalnya, dan tak tahu awalnya. Semua terjadi seperti sudah semestinya.
Tak sadar akan kelahirannya, tak paham dengan yang mengandungnya
Semua dirasakan ada. Dan seperti adanya.

Terjebak di jajaran hari, tersesat di runtutan waktu.
Seperti seorang ibu yang tak ragu melahirkan tubuhku.
Sementara yang mengandung sang aku belum juga aku tau.

Saat aku mulai mencoba berdiri. Dan memberi arti dari yang terjadi
Ada tradisi yang mengajarkan aku cara untuk menghadapi yang teradi.
Bahkan tradisi juga yang mengajarkan aku cara untuk pergi.

Diantara jajaran hari dan runtutan waktu
Ada ruang pengantara yang bisa manjakan perjalanan
Lalu malam yang akan mengajarkan kita untuk terdiam dan menanyakan
“apa yang sudah kita lakukan dan kita dapatkan dari yang kita kerjakan tadi siang”
Lantas…
Apa yang nanti akan kau berikan
Segudang janji atau sepenggal mimpi.

Sayangnya belum ada yang memastikan dan menjelaskan dengan cara apa manusia pertama di ciptakan, lalu dijadikannya hawa sebagai pasangan.
Sang pencipta menciptakan,
Lantas siapa yang menjadikan.?
Seperti ada yang masih di rahasiakan. Dengan cara apa adam di jadikan.
Apakah semesta yang melakukan sebagai salah satu wujud tanggung jawab atas ketentuan yang sudah di tetapkan.
Alam yang di ciptakan, menjadikan serbagai macam kehidupan sesuai dengan lingkungan dan caranya.
Lantas….
Seperti apakah proses kelahirannya?

Adam pertama di ciptakan dari empat unsur sifat hidup.
Lalu hawa dijadikan sebagai pasangan dari unsure yang sama.
Sayangnya mereka tak menemukan sebuah alasan kenapa ia memakan buah larangan
Hingga ia harus dikeluarkan dari keagungan.

Masihkan kau akan mencai jalan menuju keabadian. Jika adam yang pertama diciptakan justru dikeluakan karena hukuman.
Meski ada tanah yang dijanjikan
Apakah ia akan menyediakan satu tempat disana bagi orang orang yang menginginkannya.
Tak ada tempat di surga bagi orang yang berharap akan surga.
Masih tersimpan warna di balik cahaya sebagai sebuah petanda kehadiran sang ada.
Saat mata ini terjaga, disana kau melihat karena cahaya yang tiba.

Kekasihku….
Ajari aku agar tak ragu untuk menyerahkan diriku.
Kekasihku…
Aku tak akan datang padamu, jika wajahku selalu menatap kebelakang.
Aku tak akan dating kepadamu dengan mebelakangimu.

Kekasihku…
Segala yang terjadi tak akan pernah bisa aku hindari. semua aku harus hadapi dan aku lalui walau terkadang harus melukai hati.
Apakah semua akan tetap bertahan, jika keyakinan sudah dijadikan pikajan.
Apalah arti jika aku mengenali diri, sementara yang terberi tak lagi menyimpan arti.

Kekasihku…
Seertinya mati yang aku nanti. Agar satu saat nanti aku bisa bersandar pada satu sisi pulau sepi. Biar sendiri. Sebab disana aku bisa menari bersama hari tanpa mentari bahkan tanpa malam hari. Semoga disana aku dapat mengerti klo aku terlahir seorang diri dalam dunia yang sepi. Dunia tanpa hari dan matahari.

Kekasihku…
Ajari aku dalam menjalani hidup
Genggam tanganku dan tuntun aku agar tak ragu
Walau keyakinan telah aku simpan di hadapan

Kekasihku…
Aku tak menemukan alasan kenapa aku harus melupakanmu.
Sebab aku tak akan pernah bisa berlari bersembunyi.
Menghindari yang terjadi, tak ada tempat bersebunyi maka tak lagi ada rasa takut di hati untuk menghadapi…

Kekasihku…
Ada yang tersesat di dalam diri karena tak bisa mengenali.
Siapa yang mencari siapa.

Aku yang kau ingin temui, aku yang ingin kau kenali. Aku yang selalu berada dibalik apa yang sudah kau cipta. Tapi kau lupa jika aku tak pernah ada menjelma nyata.
Hanya nama yang menunjukan rupa. Aku ada dalam ada, aku menjelma dalam pernyataan. Aku tiada dan dipaksa ada hanya semata menjadi penyempurna.

lainnya

individu, personal
Jika tidak lagi otak ini digunakan untuk berpikir maka pikiran yang mana lagi yang harus digunakan. Lantas apa saja peranan otak saat tak lagi dibutuhkan untuk sarana berpikir. Sepertinya otak hanya berfungsi untuk menjadi penyeimbang akan keberadaan tubuh secara organik saja. Ia hanya berfungsi mengontrol laju darah dan segala fungsi organ yang ada di tubuh ini.
Tuhan sepertinya sudah menyediakan segala apa yang kita butuhkan. Kehidupan tanpa di pinta ia berikan, begitu juga dengan jalan untuk menggapai satu tujuan, semua sudah ia sediakan. Keberlanjutan akan jalannya kehidupan menjadi salah satu bagian yang utama. Perubahan akan terus ada, baik yang membangun atau yang merubah satu tatanan juga ia sediakan. Tidak hanya itu sebuah kehancuran terkadang ia hanya membiarkan kejadian seperti itu menerjang keseharian.
Kita tidak akan pernah memahami siapa yang akan menyempurnakan kehidupan ini. Adanya diri kita atau sang pencipta. Tanpa kita apakah tuhan akan tetap ada, pastinya saja ia akan tetap ada. Sebeb pada dasarnya salah satu sifat yang ia miliki ialah meng-Ada dari yang ada. Resikonya kita tak lagi menjadi saksi dari apa yang terjadi, tidak ada yang harus dipertanggung-jawabkan dari sebuah kesaksian dan perjalanan. Sehingga akan menadikan hakekat hidup ini hanya sebatas ruangan kecil yang menyelimuti diri.
Sesuatu hal akan terjadi, semata bukan karena kebetulan. Segalanya sudah direncanakan baik di sadari atau tidak, baik kita ingat akan perencanaan itu atau bahkan lupa sama sekali. Hal seperti ini yang terkadang dianggap sebuah kejadian seolah terselimuti oleh penghalang. padahal di dalam realitasnya, sesungguhnya semua kejadian itu sangatlah terbuka dan transparan dan tidak terselimuti apapun.
Selalu saja tersedia untuk menggantikan. Tidak ada selah sedikitpun ruang kosong yang berada di hadapan. Manusia pada dasarnya adalah mahluk individu ia menjadi personal saat menjalani kehidupan. disetiap ada kehidupan disana pasti akan ada dinamika, akan ada upaya untuk memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan. Di dalam kehidupan juga akan berlaku tata-krama, norma, bahkan agama. Di dalam kehidupan juga manusia berkomunikasi dan mencoba menjalin hubungan dengan siapapun bahkan dengan mahluk apapun. Kehidupan seolah menjadi bagian yang tidak pernah terpisahkan dalam keseharian. Didalam kehidupan juga berlaku wilayah wilayah ruang dan waktu, disana ada peran dan aturan yang memberlakukan aturannya. Lantas apakah benar manusia hidup di dalam kehidupan karena semata disanalah bumi manusia itu berada.? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sudah barang tentu kita akan mebutuhkan waktu untuk menguraikannya (padahal yang menjadi kendala sebenarnya ialah nggak punya kompetensi aja diri ini untuk menguraikannya…hufzz).
Secara umum manusia memiliki dua bagian terpenting. Dua hal tersebut terbagi dalam dua bagian : bagian pertama untuk menjelaskan keberadaan adanya diri manusia sebagai mahluk individu dan bagian ini terbagi pada tiga bagian utama: pertama adanya wujud yang menjelaskan akan adanya manusia. Pada bagian wujud ini adanya manusia hanya dalam wujud itu sendiri (adanya manusia karena adanya lafal/pernyataan yang menyatakan manusia itu ada). Pada wilayah ini persepsi dan adanya perwujudan/penjelmaan manusia yang bisa di lihat dan dipegang tidak ada.
Kedua: manusia itu ada karena bentuk. Pada wilayah ini yang lebih banyak bermain dan menjelaskan tentang adanya manusia hanya dalam wilayah cognitive persepsion. Bentuk manusia dipersepsikan oleh pikiran dengan sebuah bayangan yang menjelaskan akan manusia. Persepsi tersebut misalnya bentuk manusia itu memiliki tangan, kepala, badan, dua kaki serta yang lainnya. Padahal di dalam kenyataannya/ pada realitasnya, yang menjelaskan akan persepsi dari tanda tersebut tidak hanya di miliki oleh manusia. Binatang atau hewan seperti kera atau gorilla akan memiliki cirri yang sama dengan manusia dengan kedua tangan, kaki, kepala tubuh dan yang lainnya.
Ketiga: pada bagian yang ketiga inilah perwujudan/ jelmaan manusia dengan wujud dan bentuknya bisa kita lihat, bisa kita pegang dan bisa kita bedakan dengan mahluk yang lain seperti contoh sebelumnya. Pada bagian ini tentunya tidak seluruhnya menjelma nyata karena di dalam realitasnya ada bagian bagian yang tidak bisa di lihat oleh mata seperti bagian jiwa atau bagian yang ada dalam wilayah persepsi yang menjelaskan akan adanya manusia.
Bagian yang kedua yang ada dalam manusia adalah bagian personal. Dalam bagian ini pada dasarnya hanya sebatas kelanjutan dari bagian yang pertama tadi. yang menjadi bagian pembeda dengan bagian yang pertama hanya menyangkut soal nama dan rupa. Bagian ini yang selalu mengedepankan identitas, dan yang utama dari identitas itu adalah nama dan rupa. Mengapa demikian dalam dua hal inilah yang biasanya lebih dominan dalam urusan personal karena akan melibatkan bermacam manusia didalamnya. identitas inilah yang kemudian lebih banyak diberlakukan, karena pada realitasnya identitas akan menyesuaikan kedalam wilayah diri dan social budaya. Pada bagian inilah fungsi dari adanya bagian pertama itu berlaku. Walalalllhhhhh….udah ah, lama lama bisa keram otak…..hufzz…