Senin, 21 Januari 2008

religi

mantra...he he he
Dalam khasana budaya nusantara keragaman hasil karya manusia bisa di lihat dan kita nikmati dalam berbagai bentuk dan rupa. Adanya kebutuhan dasar untuk saling melengkapi akan adanya rasa kekurangan menjadikan manusia terus mencari dengan berbagai cara. Dalam bentuk folklore hasil karya manusia bisa di kategorikan dalam tiga bentuk yakni
folklore lisan yang lebih mengorientasikan pada bentuk-bentuk lisan seperti karya sasta, serat dongeng, legenda, mitos dan lain sebagainya yang kedua yakni bentuk semi lisan dan tulisan yakni terjelaskan dan dapat kita temui dalam bentuk ritual keagaman, pertunjukan kesenian, permainan dan sebagainya, dan yang ketiga yakni foklor bukan lisan folklore ini lebih beroientasi penjelasan bentuk bangunan, peninggalan situs kepurbakalaan dan sebagainya. Ketiga bentuk tersebuta dalam masyarakat tradisi sudah menjadi keseharian yang tak bisa dilepaskan.
Pembahasan foklor lisan tentunya sudah banyak di bahas dan di kaji dengan berbagai cara pandang. Keberadaan sisa sisa peninggalan yang akhirnya hanya menyisakan jejak jejak pertanyaan yang harus di jawab dan dijelaskan sesuai dengan jiwa jaman.
Dalam dunia spiritual tradisional atau dunia mistik di jawa baik serat maupun mantra selalu mendapat tempat khusus dalam pemikiran masyarakat, hal ini dikarenakan adanya anggapan kalau tidak semua orang akan mampu menguasai hal-hal tersebut. Walaupun sebenarnya laku mistik ini akan membawa manusia pada pemahaman akan diri seseorang dan akhirnya akan membawa kepada kekuatan spiritual yang kemudian bisa di bawa kepada hal yang baik maupun hal yang buruk.
Sebuah mantra atau juga bisa diistilahkan dengan doa-doa suci yang terlantun dalam beberapa baris kata-kata dan sering digunakan oleh masyarakat sebagai sebuah awal untuk memulai segala bentuk kegiatan dalam keseharian. Memang dalam kenyataan-nya bentuk bentuk mantra ini beragam.
Dalam fungsinya Minimal ada tiga hal yang harus di kenali yakni pertama penggunaan untuk melukai seseorang, mantra ini biasanya di sebut sebagai mantra jahat karena ia hanya digunakan untuk melukai seseorang hingga akhirnya bisa membunuh orang tersebut. Mantara untuk melukai ini di setiap daerah yang berada di nusantara ini memiliki nama yang berbeda di sunda dengan istilah teluh, di bali dengan leak, di jawa dengan santet dll yang kedua mantara yang digunakan untuk mengobati, mantara ini digunakan sebagai sebuah pelengkap akan dualisme kehidupan dengan kata lain dalam perakteknya biasanya mantar mantra ini dianggap sebagai sebuah mantra yang baik karena ia hanya mengobatio ataupun hanya digunakan untuk menangkal dari mantra yang tidak baik. Dan yang ketiga di sebut sebagai sebuah mantra pengantara, sebagai sebuah mantra wilayah abu-abu dan berada diantara hitam dan putih sebenarnya sangat tipis sekali yang membedakan pusisi peleburan tersebut. Akan tetapi bila kita bedakan biasanya mantar mantra ini terebar dalam keseharian masyarakat pemenuhan hawa nafsu dan tak ada nurani dan lebih terkesan memaksakan seseorang untuk tunduk di hadapan kita seperti mantra-mantra dalam bentuk jaran goyang dll merupakan sebagai sebuah wilayah peleburan di bagian mantra jahat. Sementara disisi lain sebagai sebuah titik lebur dari mantra yang baik biasanya terlihat dalam mantra keseharian misalnya mantra-mantra seperti pengasihan agar banyak di senangi orang agar bila di gunakan untuk usaha usahanya lancer atau dagangannya laku keras.
Bila dikaji lebih lanjut lagi tentunya akan ada bermacam hal yang menopang dan mendukung keberadaan sebuah mantra, biasanya untuk menggunakan sebuah mantra seseorang harus menjalani beberapa proses agar sebuah mantra bisa digunakan. Setiap apa yang ada sudah pasti akan ada yang memilikinya begitu juga dengan mantra. Dan biasanya seseorang harus menjalani puasa mutih, pati geni beberapa hari atau dengan cara lain yang dianggap sebagai sebuah syarat seseorang bisa menggunakan mantra yang diinginkannya. Biasanya juga waktu puasa atau waktu menjalankan proses ritual ini sudah ditentukan karena ada hari hari dan jam jam tertentu sebuah mantra bisa di gunakan dan tidak bisa digunakan. Sebagai sebuah pantangan.
Bila di lihat secara setruktur hal ini sangatlah jelas bisa di lihat pertama dari waktu penggunaan biasanya tempat sepi dan sunyi dinggap sebagai sebuah waktu yang pas untuk menjalankan ritual ini sebagai sebuah awal dimulainya membacakan sebuah mantra. oleh karena itu kebanyakan mantra mantra dijalankan pada saat malam hari saat orang orang sudah tertidur. Dalam tataran teknis memang kebanyakan penggunaan mantra selalu menggunakan hal hal lain sebagai sebuah pelantara. Biasanaya untuk mantra mantra yang jahat lebih banyak menggunakan batuan udara sebagai sebuah pelantara. Bisa juga pelantaranya dalam bentuk makanan atau benda benda keseharian yang dianggap digunakan juga oleh si objek yang akan di tuju. Dan secara keseluruhan ada tiga hal dalam mengaflikasaikan sebuah mantra pertama tentunya kepercayaan serta keyakinan si pelaku dalam menggunakan mantra, kedua keberadaan objek akan keadaan cultur sebagai sebuah latar belakang, dan yang ketiga penggunaan sebuah sarana yang di gunakan sebab bukan hanya doa saja yang di bacakat dan di percaya akan dapat mempengaruhi seseorang tapi adanya hal lain yang kadang menentukan.

asal kata

tentang....
Bacakan satu ayat cinta ynag pernah ku ucapkan, apakah aku masih bisa mendengarkan satu senandung rasa yang menggtarkan. Dimana aku harus berhenti, sementara awal dan akhir tak jua ku mengerti. Pernah aku ingin mengerti saat tak ada lagi yang peduli. Segala janji hanya menjadi imaji, menjadi kerikil-kerikil kata-kata yang menjadikan luka ini terus menganga. Dimana..? apa yang saat ini kau rasakan? Sudah tak lagi ada cerita tentang masa yang menjelmakan segala bentuk rupa.
Biarkan saja angin membisiki menjadi, teman yang akan mengungkapkan segala kegelisahan yang sudah menjadikan keresahan dalam pikiran. Tak jua, tak bisa dihentikan kata-kata yang dipikiran harus segera dicurahkan. Entah pada siapa dan entah untuk apa. Untuk segala kejemuan yang masih mengitari ulu hati.
Bukan hanya berlari bersembunyi, bukan hanya berlari mengingkari dan bayangan itu jelas yang tak pernah ku mengerti. Kadang bentuk rupa menjadi jelas bukan hanya hitam legam. Kadang ia seperti menyapa mengajak aku berbicara, bercerita tentang segala rasa yang harus didamaikan atau ditenangkan biar terbiasa. Tak lagi meminta.
Seperti namaku bayangan itu ku beri nama. Kisahnya hanya luka seolah tak lagi ada celah untuk keluar dan membuang segala kegelapan, sebab hanya kelam tak berupa atau berwarna. Seperti sudah lama menderita seolah hanya mendamba.
Duka dan kesedihan ini harus terhenti dan harus diakhiri agar bisa menjadi.

Jumat, 18 Januari 2008

makanan

enaknya ngopi pagi
pernah tau klo minum kopi pagi-pagi itu nyenengin, ato malam hari saat kerjaan dah kelar melewati waktu yang sesaat jelas asik kali yah dan pernah tau klo filosofi tentang kopi itu pernah dikisahkan oleh dee. yang pasti asik lah.... dan pernah tau klo setiap daerah itu punya cara tersendiri dalam menyuguhkan segelas kopi kepada tamunya. sebenernya pengen sih nulisin...tapi lagi males.....nulis

religi

sejarah masuknya islam ke bali
(studi kasus sejarah masuknya islam ke badung dan jembrana)
penyebaran Agama Islam masuk kewilayah Nusantara melalui dua jalur persebaran. pertama melalui jalur politik dan yang kedua melalui jalur perdagangan. jalur politik ini dilakukan mengingat pusat-pusat kekuasaan yang ada di setiap daerah di Nusntara ini di pegang oleh para penguasa yang beragama Hindu-Budha sebagai agama sekaligus kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pendunkung kerajaan tersebut. penyebaran agama islam yang dilakukan memalui jalur politik ini
tentunya dilakukan dengan segenap tenaga dan pikiran dengan berbagai cara yang dilakukan oleh para mubalig, dengan tujuan utama yakni mengislamkan para penguasa yang memegang sebuah wilayah kekuasaan dan dengan harapan tentunya saat penguasa (Raja) memeluk Ajaran Islam maka secara tidak langsung para pengikutnyapun akan memeluk Agama Islam, sehingga proses islamisasi bisa terlaksana. cara-cara yang di tempuh diantaranya dengan melakukan pendekatan terhadap orang-orang kerajaan (orang yang memiliki pengaruh di istana tersebut) ataupun dengan caraperkawinan.

sementara yang kedua dengan menggunakan jalur perdagangan. maraknya jalur perdagangan yang ada di Nusantara ini, tentunya dimanfaatkan juga oleh para penyiar ajaran islam. sebagai sebuah jalur persebaran yang dirasakan efektif. pusat-pusat perdagangan yang ada di nusantara ini (sahbandar) dijadikan sebagai sebuah tempat untuk menanamkan ajaran islam. adapun pusat-pusat tersebut yang kemudian kita kenal seperti wilayah Malaka, Samudra pasai, Demak (Jawa Tengah), Jawa Timur (Gersik), serta Maluku dengan kerajaan Ternate, serta kerajaan Goa (Makasar). dari wilayah inilah kemudian islam menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara. dan dari perhubungan dagang itu juga akhirnya para pelayar-pelayar Bugis, Jawa dan lainnya turut menyebarkan ajaran Islam yang sudah di yakininya. berdasarkan catatan sejarah proses pengembangan tersebut sudah berlangsung sejak abad ke-XV masehi. maka sebagai dari akibat proses penyebaran tersebut jugalah kemudian bermunculan Kerajaan-Kerajaan yang bercorak Islam seperti kerajaan Samudera Pasai, Mataram, Ternate, Goa, Demak, Banjar dll tampil di berbagai daerah-daerah yang ada di Nusantara ini.

dalam hal ini masuknya Ajaran Islam di Bali tentunya tidak terlepas dari perkembangan Agama Islam di daerah-daerah yang lain. persebaran Ajaran Islam di Bali di setiap daerah Kabupaten tentunya memiliki latar belakang yang berbeda-beda dengan berbagai masa yang tidak sama. Bali yang berjumlah penduduk 2.528.644 (tahun 1984) dengan penduduk yang beragama Islam didalamnya tercatat 110.752 (tahun 1984) yang terbagi dan tersebar di 8 Kabupaten yang ada di Bali. di Jembarana 39.130 jiwa. Tabanan 4.775 jiwa, Badung 18.677jiwa, Gianyar 922 jiwa, Klungkung 3.338 jiwa, Bangli 463 jiwa, Karangasem 9.493 jiwa, dan Buleleng 33.948 jiwa yang terbagi dalam berbagai ras serta golongan suku bangsa di indonesia maupun keturunan dari Arab maupun India. dalam sebuah catatan sejarah, Islam pertama masuk kewilayah Bali pada masa Kerajaan Gelgel ( Klungkung ) sebagai sebuah Kerajaan terbesar di Bali yang wilayahnya mencakup Blambangan ( Jawa Timur), Lombok serta Sumbawa dengan seorang Raja yang bernama Sri Dalem Waturenggong berkisar abad ke-XVI.

pada masa pemerintahan Sri Dalem Waturenggong tahun 1460-tahun 1550 masehi. sebagai seorang Raja yang pada saat itu usianya masih muda seperti diungkapkan dalam sebuah kidung yang menjelaskan tentang kedatangan rombongan dari "Mekah". hampir dapat dipastikan pada saat itu baginda belum di "diksa"( disucikan; menurut Adat kebiasaan Agama Hindu, seseorang boleh disucikan setelah berumur 25 tahun ). hal kedatangan rombongan dari "Mekah" juga di tulis oleh Gora Sirikan dalam buku kidung Pamancangah. menurut kidung Pamancangah ( C.C Berg ) : "pada tahun candra sangkala : sima ilang kartaningrat, yaitu tahun caka 1400 ( tahun 1478 masehi ) Kerajaan Majapahit runtuh karena di serang oleh Girindra Wardani dari Kediri, dan pada kesempatan itulah Raden Fatah putera Raja Brawijaya, Raja Majapahit terlahir dari seorang padmi dari Palembang yang kemudian oleh para Wali dan para Ulama dinobatkan sebagai Sultan Demak. Raden Fatah bersama para Wali dan Ulama selalu berupaya menyebarkan Ajaran Islam tidak hanya di Jawa tetapi juga keluar Jawa.

rupa-rupanya Sultan Demak atau Raden Fatah yang datang ke istana Gelgel di Bali. Raja Bali yang bernama Waturenggong yang memerintah dari tahun 1460-1550mashi. dengan menggunakan politik pendekatan Raja-Raja pada saat pemerintahannya itu datanglah serombongan ke istana Gelgel " ternyatalah pada waktu itu baginda masih muda, datanglah utusan dari mekah dengan membawa gunting dan paisau cukur hendak mengislamkan baginda, baginda amat marah. pisau cukur lalu dicukurkan pada telapak kaki baginda dan tumpulah paisu cukur itu tak ubahnya seperti gurinda. guntingnya diguntingkan pada jari tangan baginda, namun gunting itu terpisah".

dalam tembang tersebut diatas dikatakan bahwa yang datang keistana Gelgel utusan dari Mekah tapi jelasnya yang dimaksudkan adalah orang-orang Demak, seperti yang dikatakan oleh C.C Berg dalam desertasinya : "propaganda islam"yang oleh pemancangah di sebut terjadi sebelum tahun-tahun muda Waturenggong. oleh karena gagal mengislamkan Raja, maka rombongan kembali kedemak dan beberapa orang pengiringnya tinggal di Gelgel dan orang-orang yang tinggal inilah yang kemudian menurunkan orang-orang Islam di Gelgel. sementara dalam sumber lain mengatakan bahwa saat utusan tersebut gagal mengislamkan Raja Gelgel maka utusan tersenut kemudian menikam dirinya dengan menggunakan kerisnya dan mayatnya dimakamkan di desa satra ( kurang lebih 3 Km di selatan Kelungkung atau 1,5 Km dari sebelah barat daya Gelgel ). oleh masyarakat sekarang kuburannya di sebut sema jarat atau sema pajaratan ( bahasa bali ) sebutan jarat tentunya akan mengingatkan kita pada istilah Gujarat ( nama para pedagang Gujarat dari India ) yang peranannya sangat besar di Nusantara.

dalam sumber lain dapat di catat bahwa pernah terjadi peristiwa penting dalam pemerintahan Dalem Ketut Ngelesir sebagai Raja Gelgel I (1380-1460) yaitu Raja Bali pernah mengadakan kunjungan ke Keraton Majapahit pada masa Raja Hayam Wuruk mengadakan konfrensi Kerajaan-Kerajaan masal se-Nusantara. dan dari cerita turun temurun ini jugalah di peroleh informasi masuknya Islam pertama ke Gelgel dengan mengikuti sebagai pengiring Dalem ( sebutan Raja ) dari Majapahit. sebagai pengiring mereka datang sebagnyak 40 orang pada masa Ketut Ngelisir Raja Gelgel I. apabila kunjungan dari Dalem Majapahit dengan mengajak iring-iringan orang Islam yang pertama sudah ada dipusat kerajaan di Bali sejak abad XIV. orang-orang Islam yang menetap di Gelgel tidak mendirikan kerajaan tersendiri seperti Kerajaan-Kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa, akan tetapi mereka bertindak sebagai abdi dalem yang memerintah, juga tugas mereka sebenarnya tidak di ketahu dengan jelas dan tidak ada juga tradisi yang mengatakan mereka pernah mengambil alih peranan-peranan kepemimpinan tradisional tertentu sebelum kedatangannya.

seperti sudah saya ungkapkan sebelumnya kalau persebaran serta masuknya Ajaran Islam di Bali setiap daerah Kabupaten memiliki kisah serta latar belakang sendiri sendiri, tentunya hal tersebut tidak bisa saya ungkapkan secara keseluruhan. Mengingat sedikitnya waktu serta terbatasnya dana untuk melakukan penelitian langsung ke lapangan. maka karena hambatan tersebut mungkin saya coba menjelaskan masuknya Ajaran Islam ke Badung serta masuknya Ajaran Islam ke Jembrana sejauh pengetahuan yang saya ketahui.

Masuknya Ajaran Islam ke Badung
seperti yang sudah kita ketahui masuknya Ajaran Islam ke tiap Kabupaten yang ada di Bali tentunya melakukan jalan yang sama yakni perdagangan dan politik. akan tetapi dalam perkembangannya memiliki perkembangan sendiri-sendiri yang cukup unik. masuknya Ajaran Islam ke wilayah Badung dalam kisah atau cerita yang beredar di masyarakat bisa di katakan bermotif sosial ekonomi. Dalam bidang sosial cenderng kepada alasan pri-kemnusiaan sedangkan yang bermotifkan ekonomi lebih mengarah pada hubungan kerjasama dagang antar Kerajaan Badung dengan para pedagang dari Bugis.

kisah masuknya Ajaran Islam di Badung di mulai saat sebuah perahu dengan awak perahu orang Jawa mendarat darurat di Tuban, karena perahu tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga dirasakan perlu oleh para awak untuk memperbaiki perahunya. pendaratan perahu tersebut ternyata di ketahui oleh para pasikepan kerajaan ( petugas kerajaan/polisi kerajaan ) yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada Raja Cokorda Pamecutan III yang berkuasa pada saat itu. karena situasi politik pada saat itu sedang mengalami guncangan dikarenakan adanya konflik antar Kerajaan Badung dengan Kerajaan yang ada di Mengwi. yang walaupun diplomasi dari mulut-kemulut ternyata tidak bisa mendapatkan kata sepakat, maka disinilah kemudian mengangkat senjata adalah jalan keluarnya pada saat itu.
orang-orang pendatang dari Jawa yang di pimpin oleh Raden Sastroningrat bangsawan kelahiran Madura, oleh Raja kemudian dijanjikan kebebasannya kembali serta akan dinikahkan dengan putrinya apa bila bersedia membantu Raja dalam pertempurannya melawan Kerajaan Mengwi dan sekaligus mengalahkannya. perjanjian ini kemudian di terimanya Raden Sastroningrat kemudian bersama bala tentara dari Kerajaan Badung serta Bugis bergabung untuk menyerang Puri Mengwi. dalam pertempuran ini Puri Mengwi berhasil dikalahkan dan Rajapun menepati janjinya raden sastroningrat dengan putri Raja Pamecutan III yang bernama Agung Ayu Rai dinikahkan.

Raden Sastroningrat setelah menikah kemudian mengajak Agung Ayu Rai untuk dikenalkan dengan keluarga Raden Sastroningrat. ia di bawa pertama ke Mataram kemudian di bawa ke Bangkalan, Madura tempat asal Raden Sastroningrat untuk diresmikan pernikahannya. dibawanya Agung Ayu Rai selain untuk dikenalkan juga untuk diislamkan mengingat juga dalam tradisi perkawinan di Jawa yakni hukum Patriarkhat maka dengan sendirinya juga Agung Ayu Rai mengikuti ajaran suaminya dengan memeluk Ajaran Islam. masuknya Agung Ayu Rai secara tidak langsung juga mengajak parapengiringnya yang ikut ke Jawa juga memeluk Agama Islam sebagai tanda bakti akan sang putri.

sekembalinya dari Tanah Jawa, kedua pasangan suami istri ini segera balik ke kerajaan dan di terima dengan baik oleh Raja. akan tetapi setelah Raja tahu kalau sang putri telah berganti Agama, maka dengan segera Raja memerintahkan kepada mentrinya untuk menempatkan sang putri di kebon ( tempat ini yang bernama Karang Semaya atau Batan Nyuh, yang sekarang tempat tersebut di kenal dengan nama kepaon ) tempat ini sebelumnya di kenal karena keangkerannya sebagai suatu tempat yang tengat karena banyak di huni oleh mahluk halus sebangsa Jin, Setan, Genderuwo serta Mbaurekso lainnya yang kata orang mempunyai bentuk yang menyeramkan dan menkutkan. bersama-sama dengan pengiringnya yang mengikuti tuan putri ke Jawa yang kemudian memeluk Agama Islam juga turut menemani tuan putri dalam pembuangan. sedangkan suaminya Raden Sastroningrat oleh Raja ditempatkan di Ubung.

Anak Agung Ayu Rai wafat dan dimakamkan dipemakaman Badung dekat dengan Puri Raja, dan sekarang pemakamannya di kenal dengan nama "Pura Keramat Puri Pemecutan". konon kabarnya putri ini meninggal karena di bunuh oleh Raja sendiri, sewaktu sang putri hendak melakukan sholat subuh dengan berpakaian serba putih. hal ini kemudian oleh pungawa disangka putri sedang ngeleak, kejadian ini segera diberitakan kepada Raja. Ketika sang putri di bunuh, bekas darah yang tercecar tersebut mengeluarkan aroma yang harum. akibat kejadian ini jugalah akhirnya Raja memerintahkan untuk merawat dan menjaga makam putri tersebut. hingga sekarang makam tersebut banyak di datangi untuk di jiarahi oleh orang-orang Madura, Jawa dan juga orang-orang Bali sendiri. sedangkan Raden Sastroningrat setelam meninggal dimakamkan di Ubung juga.

Sejarah Masuknya Islam ke Jembrana
setelah Kerajaan Gelgel pindah ke Kelungkung pada masa kepemimpinan Dewa Agung Jambe, maka vasal-vasal yang ada di bawahnya kemudian mengakui kepemimpinan Dewa Agung Jambe di Kelungkung hanya sebagai seorang pemimpin kerohanian yang berasal dari keturunan dari Raja-Raja Majapahit, sedangkan sebagai pemilik fungsi politik kerajaan sudah tidak berfungsi lagi. salah satu kerajaan yang mengakui hal tersebut adalah Jembrana, walaupun kerajaan yang ada di Jembrana merupakan sebuah kerajaan kecil bila dibandingkan dengan kerajaan yang ada di daerah lain di Bali. walaupun nama kerajaan dengan nama Berambang belum di kenal sebagai Kerajaan Jembrana. Kerajaan Berambang yang letaknya dekat Hulu Sungai Ijo Gading ( sebelah Utara Kota Negara ) pada masa itu di pegang oleh Keluarga Arya Pancoran.

walaupun berasal dari kerajaan kecil akan tetapi penguasa Kerajaan Brambang mempunyai tekad yang kuat untuk berkembang seperti Kerajaan-Kerajaan yang lainnya yang ada di Bali. hal ini lah kemudian ketika para pedagang dari Bugis yang singgah di Pantai Selatan Jembrana, Keluarga Arya Pancoran tidak menolak mereka. para pedagang dari Bugis yang datang pertama kali sekitar tahun 1653 dan tahun 1660 sampai tahun 1661.

sebab-sebab kedatangan para pedagang dari Bugis ini memang tidak begitu jelas diungkapkan. tapi kemungkinan terbesar yakni pada masaa itu Kerajaan Goa di Sulawesi Selatan sedang berkecamuk perang antara orang-orang Bugis Makasar dengan para VOC Belanda ( Hikayat Haji Sirat, 1935 : 1-3). seperti yang kita ketahui, perang akan membawa dampak terhadap berbagai bidang yang ada di masyarakat dan sebagai rasa tidak puasnya dari kekalahan mereka terhadap VOC maka melarikan diri ke luar wilayah adalah salah satu solusi yang diambil oleh bangsa Bugis-Makasar ini.

kedatangan orang-orang Bugis-Makasar ini belum berhenti sampai di sini, karena pada gelombang berikutnya datang lagi para rombongan sebanyak 4 perahu yang di pimpin oleh Daeng Nhakoda dengan 20 pengikutnya. dalam kisahnya perahu itu di ceritakan sebagai perahu bersenjata keturunan Sultan Wajo yang kemudian mendarat di Pantai Air Kuning di Jembrana tahun 1669 dan tidak lama mereka kemudian menuju kemuara Perancak dan menetap sementara di sebuah tempat yang kemudian di sebut Kampung Bajo, di tepian sebelah barat sungai Kuala Perancak ( Wayan Reken, 1980:3 ).

tidak lama mereka menetap dan mereka mengetahui daerah yang ditempatinya merupakan wilayah Kerajaan Brambang. kemudian mereka menusri sungai Ijo Gading menuju Utara dengan maksud meminta ijin kepada Raja Brambang untuk menetap di pinggiran sungai Ijo Gading dengan tujuan berdagang. dengan adanya aktifitas perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Bugis tersebut lama kelamaan daerah perdagangan mereka menjadi ramai karena di lintasi oleh pera pedagang-pedagang dari daerah lain, sebagai tempat transit maupun sebagai tempat menjual barang dagangan. keadaan semakin ramainya daerah perdagangan tersebut sehingga menjadi sebuah bandar, maka sebagai rasa hormat orang Bugis ini kemudian memberi nama Bandar tersebut dengan nama Bandar Pancoran.

sekitar 28 tahun kemudian seluruh wilayah Jembrana dilanda musibah kebanjiran, sehingga Puri beserta wilayah lainnya habis di terjang luapan banjir, Raja Brambang pada saat itu yang bernama I Gusti Ngurah Putu Tapa beserta Rakyatnya ikut jadi korban, namun orang-orang Bugis yang pada saat itu mendiami Bandar Pancoran banyak yang berhasil menyelamatkan diri karena sebagian besar perahu-perahu mereka tidak ikut hanyut. sementara wakil dari Raja Brambang yang bernama I Gusti Ngurah Made Yasa beserta Istrinya selamat kerena pada saat itu mereka sedang mengundang ke Kerajaan di Mengwi untuk Upacara Ngeluwer.

saat sekembalinya mereka dari Mengwi Kerajaan berambang sudah hancur di hempas oleh banjir dan mereka tidak menemukan Rajanya. dan dengan terpaksa juga akhirnya I Gusti Ngurah Made Yasa meminta bantuan ke Kerajaan Mengwi. karena hubungan baiknya maka Kerajaan Mengwi membantu dengan memberikan 100 hamba sahaya untuk membangun Kerajaan kembali di Jembrana, hanya saja tidak berdaulat seperti semula melainkan sudah menjadi vasal Mengwi ( Wayan Reken, 1980 : 7 ).

berkat bantuan dari Mengwi dan di bantu oleh masyarakat Belambangan yang melarikan diri karena desakan Islam di Jawa, akhirnya Puri Jembrana kembali didirikan. yang di beri nama Puri Jero Andul ( dalam babad basang tamiang ). sementara I Gusti Ngurah Made Yasa sendiri hanya berpangkat Mangkubumi. setelah itu kemudian datanglah I Gusti Agung Alit Takuang beserta patihnya dengan diringi 400 rakyatnya. ke Jembrana atas permohonan I Gusti Ngurah Made Yasa dan kemudian di Jembarana berdiri lagi kemudian Puri dengan nama Puri Gde Jembrana dengan Rajanya I Gusti Agung Alit Takuang dengan gelar Anak Agung Ngurah Jembrana sebagai sebuah wakil dari Kerajaan Mengwi. kemudian pada masa inilah Kerajaan Jembrana mulai berkembang baik dalam bidang maritim amupun bidang perdagangan. berkembangnya Kerajaan Jembarana tentunya sangat terkait dengan orang-orang Bugis dan sebagai jasanya kemudian Raja Jembrana memberikan ijin menetap kepada orang Bugis dan keluarganya di sekitaran Bandar Pancoran.

setelah Anak Agung Ngurah Jembrana wafat Kerajaan Jembarana kemudian di pegang oleh cucunya yang bernama Anak Agung Putu Handul.( 1775-1795 ) kemunculan Raja baru ini ternyata membuat Jembarana makin berkembang sehingga Kerajaan-Kerajaan lain mulai iri melihat perkembangan yang dialami Kerajaan Jembarana. niatan Jembarana untuk dikuasaipun di mulailah bermunculan, serangan dari Kerajaan Tabanan akan tetapi hasilnya gagal. demikian juga pada tahun 1770 Kerajaan Badung menyerang Jembarana dengan melewati Sungai Ijo Gading megenaskan karena selain kalah perang juga banyak para pasukannya yang di makan oleh buaya serta di hancurka oleh orang-orang Bugis. keberhasilan menahan serangan ini tentunya berkat orang Bugis yang menguasai wilayah Bandar Pancoran.

beberapa tahun kemudian orang-orang yang beragama Islam mulai berdatangan kembali kali ini di bawah pimpinan Haji Sihabudian beserta pengikutnya yang terdiri dari Haji Yasin ( orang suku bugis asal Buleleng ) Tuan Lebay asal Serawak dan Datuk Guru Syah suku keturunan Arab. menjelang beberapa tahun kemudian iring-iringan perahu dengan perlengkapan senjata perang kemudian datang lagi dari arah timur dan kali ini rupanya iring-iringan yang datang adalah sisa-sisa dari pasukan Sultan Pontianak yang telah tersingkir dari Kalimantan karena dikalahkan VOC. mereka ini di pimpin oleh Syarif Abdullah bin Yahya Maulana al-qodery. dan atas ijin Sihabudin mereka diijinkan masuk ke Kuala Perancak dan berlabuh di pelabuhan darurat Air Kuning. di dengarnya Bandar Pancoran merupakan bandar yang ramai mereka masuk menysuri Sungai Ijo Gading melihat sungai yang banyak kelokan mereka teringat dengan kampung halaman di Pontianak lalu mereka berteriak dengan di komandoi liloan, liloan, liloan. ( bahasa melayu artinya belokan ) dari kata itulah anak buah Syarif Abdullah kemudian memberikan nama sungai tersebut sungai liloan. dan lama kelamaan menjadi kata Loloan.

oleh sahbandar mereka diajak menghadap Raja Anak Agung Seloka sebagai rasa hormat dan mengeluarkan persahabatan. kemudian Raja Jembarana menerima persahabatan dengan syarat meriam-meriam yang mereka bawa harus diserahkan seperti orang Bugis dahulu. akan tetapi Syarif Abdullah menolak permintaan Raja Jembrana tersebut secara halus dan dengan jaminannya Syarif Abdullah akan membantu Raja Jembrana melawan para musuh musuhnya atau VOC, Rajapun sepakat dengan tawaran seperti itu dan kemudian Raja memberikn 80 ha tanah di kiri-kanan tebing Sungai Ijo Gading untuk pemukiman mereka. dengan ijin itulah Syarif Abdullah beserta anak buahnya membanguan perkampungan di daerah yang sudah di tunjuk dan di sebelah timur pula lah kemudian di bangun sebuah benteng yang kemudian di beri nama Benteng Fatimah ( nama yang diambil dari nama istrinya Syarif Abdullah putri Sultan Banjarmasin ). perahu-perahu perangnya di ubah menjadi perahu dagang sementara meriam-meriamnya diturunkan dan kemudian ditempatkan di Benteng Fatimah. Sejak itulah mereka berperan penting mengembangkan perekonomian di Jembrana serta menjaga dari serbuan serbuan Kerajaan lainnya di Bali. perjalanan dagang mereka sampai juga ke Malaka dan daerah lainnya di Nusantara, lalu kemudian mereka membawa sanak keluarganya ke Jembarana.

Bandar Loloan menjadi ramai untuk perdagangan, dan pada tahun 1803 akhirnya puri Jembrana yang megah resmi berdiri dan di perkampungan Islam tahun 1852 berhasil mendirikan sebuah bangunan mesjid besar. Hal ini kemudian membuat iri kerajaan-kerajaan yang ada di Bali karena kemakmurannya selain itu juga menganggap Kerajaan Jembarana ini dirasa setrategis bagi Kerajaan Badung khususnya, karena saat mereka pergi berdagang ke wilayah Jawa maka bandar yang ada di Jembrana dijadikan sebagai tempat singgah dan tempat berdagang juga.dan pada tahun 1805 pula Kerajaan Badung menyrang Jembrana dan pada saat itu juga mereka kalah. namun Kerajaan Badung tetap mengangkat Raja Jembarana sebagai penguasa untuk menghindari terjadinya pemberontakan. akan tetapi untuk mengawasi kepentingan Jemberana Raja Badung menempatkan pasukannya dan pasukan orang Bugis. Dan pada kenyataannya Raja Jembarana tetap saja membangkang dan tidak mau mengakui sebagai vasal Badung. sehingga kemudian Raja Pamecutan mengangkat Fatiimi seorang Bugis dari Badung menjadi vasal Badung di Jembarana. sedangkan Gusti Gde Jembarana berkedudukan di bawah Fatiimi. ( R. Van Eck,1880 : 211 )

kemjuan orang Bugis ini juga ternyata membuat iri Raja Buleleng bukan saja kededudukan mereka yang memegang peranan tetapi juga adanya orang-orang Jembarana yang mengadu ke Buleleng. dalam pengaduannya mereka betapa sewenang-wenangnya mereka di Jembrana. pengaduan ini juga kemudian di terima oleh Mengwi maklum saja Jembrana sebelumnya merupakan dari vasal Mengwi. Buleleng kemudian mencoba mendesak Badung untuk melenyapkan orang Bugis di Jembrana. dengan selembar surat dari Raja Buleleng. " api yang baru menyala harus dipadamkan, kalau api menjalar dan membesar dan menyentuh benda-benda di sekitarnya sangat sukar untuk menahan api itu".( P.H. Van der kemp, 1899 : 334 )

Atas desakan Raja Buleleng itu akhirnya Kerajaan Badung bersikap pasif dan menyerahkan semuanya kepada Buleleng. dengan dasar itulah Buleleng akhirnya membujuk Gusti Gde Jembrana untuk membantu usahanya untuk menyerang orang-orang Bugis di Jembrana, dengan janji bilamana menang, Gusti Gde Jembrana akan dikembalilkan haknya sebagai Raja di Jembrana.( Wayan Ranteg, 1984:79).

Tentu saja Raja Jembarana langsung menyetujui maksud dari Kerajaan Buleleng dengan menyiapkan 5000 tentara dengan berpura pura membantu orang Bugis disana sehingga maksud dari Raja Rembarana tidak di curigai. itupun kemudian bergabung dengan pasukan Buleleng yang berjumlah 10000 orang dengan di pimpin oleh patih I Gustu Noman Jelantik dan kemudian mereka mengalahkan pasukan dari Bugis dengan dipimpin langsung oleh Fattimi melayani gempuran dari pasukan gabungan Jembrana dan Buleleng walaupun pasukan Bugis perlahan mundur akan tetapi perlawanan terus di lakukan hingga akhirnya Fattimi dan keluarganya gugur juga dalam perperangan dengan menikamkan kerisnya ke tubuhnya sendiri sementara jumlah korban sekitar 1200 orang ( Van eck, 1880: 73-74 ).

Dengan adanya kejadian ini kemudian berakhir jugalah kisah orang Bugis di Jembrana, sebagian mereka yang selamat dari peperangan itu kemudian menjalankan tetap menjalankan kegiatan seperti biasa. Fattimi sebagai puncak dari kejayaan suku Bugis di Jembrana telah berakhir sementara Syarif Abdullah tidak lagi dikisahkan setelah Kerajaan Jembrana dijadikan vasal dari Kerajaan Badung. dengan demikian kurang lebih sekitar dua abad sejak awal kedatangannya di Jembrana orang-orang Bugis telah mengalami banyak perkembangan juga. hingga akhirnya Kerajaan Jembrana dan umumnya Bali kemudian ditaklukan juga oleh Belanda.

lainnya

visitindonesia
jelang 2008 indonesia dengan keseriusannya menjalankan misi pengembangan pariwisata dengan target 7 juta pariwisata dapat mengunjungi indonesia. sebuah target yang cukup lumayan besar, di tengah kondisi indonesia yang sekarang rawan akan
bencana alam yang menimpa negara ini. pamflet dan iklan iklanpun banyak bermunculan daerah daerah yang ada di wilayah indonesia seperti tidak punya pilihan lain dan jelas mereka mau tidak mau harus bersiap siap mengelola daerahnya dan pariwisata yang bagaimana yang akan dikembangkan dan ditawarkan kepada para wisatawan. hal ini tentunya diharapkan akan adanya pemerataan akan sektor pariwisata di indonesia... hal ini tentunya membuat diri saya senang dengan adanya program yang demikian. hanya saja hal itu tentunya tidak membuat diri saya bangga sebagai seorang warga negara karena bagai manapun juga ketakutan yang besar jelas menerjang pikiran saya.
saat pikiran negatif saya muncul, disini saya jelas mencemaskan bagaimana kondisi warga dan masyarakat yang berada di setiap daerah-daerah yang daerahnya dijadikan objek pengembangan pariwisata. dalam hal ini jelas sekali saya tidak bisa memprediksikan dam memperkirakan akan kondisi goncangan kebudayaan yang dirasakan oleh masyarakat. selain masalah goncangan budaya "shock cultur" kita pasti membayangkan bagaimana budaya wisatawan yang datang dengan kehidupan di daerah asalnya yang notabene kehuidupan mereka jelas tidak semuanya memiliki sikaf yang sangat menghargai akan orang lain. keegooan wisatawan tentunya akan membawa pengaruh buruk dengan menganggap dirinya sebagai wisata dengan membawa mata uang dollar ke daerah yang di kunjungi. sementara orang-orang yang ada di daerah tersebut jelas akan terasing dari keadaan daerahnya karena untuk menikmati sajian pariwisata jelas materi dijadikan hal utama, dengan adanya materi orang yang berada di daerah itu akan menjadi bagian dari wisatawan. sementara untuk menjadi penontonpun saya rasa jelas para penduduk tidak akan pernah bisa menontonnya. jelas dalam hal ini aku sendiri mengharapkan akan masyarakat yang tidak terasing dari tanah kelahirannya.
selain itu juga dengan adanya program visit indonesia year saya sendiri memandang negara seperti seonggok tubuh yang dijajakan di pinggir jalan untuk bisa di nikmati dan setiap daerah seolah seperti seorang gadis yang ditawarkan agar mendapatkan sebuah penghasilan anggaran daerah. adakah hal yang lebih baik yang ditawarkan negara ini selain menjajakan dirinya agar dapat di setubuhi kemudian dicampakan begitu saja. aku rasa parwisata harusnya bukan satu satunya cara untuk mendapatkan sebuah penghasilan daerah. aku yakin masih banyak cara lain selain menjajakan dirinya dengan tameng pariwisata, sudah cukup bali sajalah yang dijadikan sebagai objek pariwisata.
kita tidak harus menganggap negara ini sebagai seorang gadis belia yang di kelilingi dengan mitos keperawanannya. dan kita juga tidak harus mejual keperawanan seorang gadis dengan cara dijajakan dengan berbagai famplet dan bermacam iklan.

Sabtu, 12 Januari 2008

lainnya

huhzzzkk....
heh apes...apes..hidup klo lagi apes yah gini dah. baru aja mau coba buat sesuatu eh taunya dah ada yang ngehalangin. baru aja mau coba nyeriusin sesuatu taunya halangannya lumayan gede. udah cape cape nyari stok gambar, udah cape cape ngerjain temen untuk nganter kesana kesini taunya tuh kamera ilang juga. mana dapet minjem lagi kan, mana kasetnya ikutan ilang juga. heh.......
jadi bingung juga musti ngapain, yah yang pasti sih aku akan coba membuat sesuatu lagi dalam bentukkarya, walau cuman dokumenter. walau ampe hari ini lom ada gambaran kamera siapa yang musti aku pinjem lagi. dan nyari kaset gratisan lagi tapi yang ini nggak pake ilanglah tentunya. heehh.....bt emang ngeBTin di awal tahun 2008 dan menjelang tahun hijriah.

yah yaha yah hoho tetap semangat lah.