Rabu, 18 Maret 2009

lainnya

volkstory
Balaraja diambil dari dua kata Bale ( tempat istirahat yang punya ukuran lebih kecil dari rumah biasnya berbetuk panggung ) dan Raja ( penguasa suatu wilayah ) jadi Baleraja secara harfiah berarti tempat yang digunakan oleh Raja untuk beristirahat. Bagi masyarakat sekitar tempat tersebut dianggap sebagai sebuah tempat yang dikhusus bagi Keluarga Kerajaan. Saat Raja dari Kesultanan Banten mengadakan perjalanan dari Banten ke Cirebon ataupun dari Banten ke Batavia. Sebuah tempat disekitaran kampung Telagasari, sering dijadikan untuk tempat beristirahat sekedar melepas lelah.
Suasana kampung yang asri dengan aliran Sungai Cimanceuri berada di pinggir kampung. Penduduk setempat hidup dalam kebersahajaan dan serba kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan pertanian. Sebagai kampung yang sering di lalui para penduduk dari berbagai daerah. Maka wilayah tersebut sudah ramai dan di kenal oleh banyak penduduk dari daerah lain.
Saat Raja sedang mengadakan perjalanan pulang menuju kesultanan yang berada di Banten. Dalam suasana istirahat Sang Raja memerintahkkan para pengawalnya untuk membuat sebuah bale yang jaraknya tidak jauh dari Sungai Cimanceuri dan jalan raya. Di tengah asiknya istirahat, seorang gadis desa melintas di jalan. Raja melihat gadis tersebut dan pada saat itu Sang Raja terpikat karena keanggunan gadis yang melintas di jalan yang tidak jauh dari bale tempat Raja beristirahat.
Sang Raja kemudian mengutus pengawalnya untuk mengikuti gadis desa yang melintas tersebut. Beberapa saat pengawalnya kembali dan memberikan laporan informasi kepada Sang Raja. Sesaat Sang Raja tertegun karena gadis yang melintas tersebut sudah punya kekasih dan akan berencana dinikahkan oleh orang tua gadis itu. Setelah laporannya sudah selesai disampaikan kepada Raja. Maka naluri kelelakian Raja, merasa tersentuh dan tetantangan untuk mendapatkan seorang gadis.
Perasaan sadarnya Sang Raja tidak memiliki waktu lama, beberapa hari Sang Raja akhirnya memutuskan untuk tinggal di bale tersebut. Hingga ia bisa mewujudkan niatnya untuk menikahi dan menjadikan gadis tersebut sebagai Selir. Dengan berbagai strategi singkat untuk mendapatkan gadis itu akhirnya sangraja lebih memilih persaingan sebagai seorang laki-laki untuk mendapatkan gadis yang diinginkannya.
Demi mendapatkan gadis yang diidamkan. Kerajaan sesaat ditinggalkan, strategi perang digunakan untuk menaklukan gadis pujaan. Benar saja penggunaan strategi yang pas, dengan taktik yang cerdas menghasilkan sebuah tujuan yang diinginkan. Pemuda desa yang menjadi kekasih sang gadis ternyata tidak cukup mampu untuk bisa bersaing mendapatkan pujaan hatinya melawan Sang Raja. Seperti dalam kisah lainnya Sang Raja menjadi pemenang. Kemudian sebagai bukti kemenangannya, tidak lama berselang Sang Raja menikahi gadis tersebut dan menjadikannya selir.
Hasil pernikahannya dengan selir, Sang Raja mendapatkan satu anak laki-laki. Setelah semuanya sudah menjadi pasti dan gadis tersebut sudah dijadikan Selir. Cerita tentang cikal bakal salah satu penamaan Balaraja berakhir. Sang Raja mengembalikan bale sesuai fungsinya kembali, sebagai sebuah tempat untuk istirahat sekedar singgah atau melepaskan lelah setelah lama berjalan. Hingga saat bale tersebut hancur karena termakan oleh waktu, hanya sebuah cerita yang ditinggalkan.
Kisah-kisah selanjutnya yakni menyangkut anak dari Selir Raja, sudah tidak lagi ada yang menceritakan. Hanya bekas makam yang berada di Desa Bunar yang dipercaya oleh masyarakat akan keterkaitan antara makam dan penamaan cerita tentang cikal bakal nama Balaraja. Desa Bunar yang sebagian besar masyarakatnya percaya bahwa di desanya ada makam dari Keluarga Kerajaan. Masyarakat tidak mengetahui kelanjutan dari keturunan cerita tersebut. Siapa saja yang jadi keturunannya atau malah cerita tersebut selesai saat anak laki-laki dari Selir Sang Raja meninggal pada masa kanak-kanak.
Versi 2
Mengenai sejarah lisan kapan Kecamatan Balaraja diberikan Nama Balaraja, sebagian besar masyarakat tidak mengetahui dengan persis akan kisah tersebut. Kebiasaan masyarakat yang tidak asing dengan tradisi lisan, hampir setiap orang tua pernah mendengar kisah tantang Balaraja. Setiap cerita yang diutarakan kebanyakan menunjuk pada sebuah tempat yang berbeda antara si pencerita yang satu dengan si pencerita yang lain. Garis besar dalam cerita tersebut akhirnya yang saya jadikan kesimpulan.
Istilah Balaraja diambil dari dua kata yakni bala (pasukan) dan Raja (orang yang berkuasa pada satu wilayah). Kisah ini terkait dengan pembentukan Nama Tigaraksa. Suatu kitika saat tiga penguasa dari tanah Sunda yakni Banten, Sumedang dan Cirebon mengadakan pertemuan untuk pembagian wilayah teritorial kerajaan bertempat di desa Kaduagung (salah satu desa dikecamatan Tigaraksa sekarang). Mengingat khususnya pertemuan tersebut, masing-masing Raja akhirnya hanya boleh membawa beberapa pengawalnya yang ikut serta dalam pertemuan tersbut.
Sebagai sebuah pertemuan yang penting, para pasukan yang ikut mengawal Sang Raja akhirnya dikumpulkan dalam satu wilayah (camp). Karena banyaknya bala tentara dari berbagai kerajaan berkumpul menjadi satu, secara otomatis masyarakat yang berada di sekitar daerah tersebut menganggap kejadian tersebut sebagai sebuah kejadian yang aneh. Kekhawatiran masyarakat menjadi besar setelah tahu kalau para pasukan yang berkumpul tersebut adalah pasukan dari berbagai kerajaan yang sedang mengadakan pertemuan di Kaduagung. Kekhawatiran terjadi pertempuranpun dirasakan oleh para penduduk yang rumahnya tidak jauh dari arena berkumpulnya para pasukan.
Setelah pertemuan tiga penguasa itu selesai, ketakutan masyarakat akan adanya peperangan ternyata tidak terbukti. Ketiga penguasa kembali lagi ke kerajaan masing-masing dengan para pasukannya. Adanya kejadian tersebut ternyata membekas di dalam keseharian masyarakat. Sebagai sebuah penanda suatu wilayah akhirnya masyarakat menggunakan Nama Balaraja untuk menunjuk tempat yang di maksud.
Mengenai awal sejarah Balaraja dalam bentuk wilayah adiminstratif pada masa Colonial daerah tersebut juga dijadikan sebagai sebuah camp para tentara Belanda. berdasarkan Staatblad Van Het Nederland Indie tahun 1918 no. 185 menyatakan pemerintahan adiminstratif Tangerang dengan luas wilayah 1309 km2 dan ditetapkan juga sebagai Kontroler Avedeling dengan empat wilayah administrasi di bawahnya. Sebagai pemimpinnya di pilih seorang Demang dan kemudian diganti dengan Nama Wedana yakni Tangerang, Balaraja, Mauk dan Curug. Di kewedanaan Balaraja jabatan Demang dari tahun 1881 dan pada tahun 1907 di ganati menjadi Wedana pejabatnya:
Rangga Jaban Abdole Moehi 17 Maret 1881-1907
Mas Martoni Abdoel Harjo 17 Juli 1907-1910
Soeid bin Soeoed 31 Oktober 1910-1924
R. Soerya Adilaga 22 Mei 1924-1925
R. Abas Soerya Nata Atmaja 26 Febuari 1925-1925
R. Kandoerean Sastra Negara 28 November 1925-1928
R. Achmad Wirahadi Koesoemah 11 Mei 1928-1930
Mas Sutawirya 27 Oktober 1930-1932
R. Momod Tisna Wijaya 28 Mei 1932-1934
Toebagoes Bakri 1 Febuari 1934-1935
R. Muhamad Tabi Danu Saputra 20 Juni 1935-1940
Mas Muhamad Hafid Wiradinata 17 Juni 1940-…
Pada masa Jepang berkuasa, daerah tersebut dijadikan camp para tentara Jepang. Setelah Indonesia ini merdeka dari para penjajah, Balaraja dijadikan sebagai salah satu wilayah kecamatan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang

lainnya

Memaknai kehilangan
(pikiran-pikiran yang aneh)

Atas nama kekecewaan, dengan bukti sesuatu yang sudah pergi tak lagi bisa kembali. Hanya bisa memikirkan ulang akan seberapa besar sesuatu yang meninggalkan itu bernilai. Memikirkan, menyesali dan sebagainya sudah pasti banyak ruginya. Sesuatu yang hilang itu sebentuk kejadian yang di alami dan di lewati. Jadi bila kita memikirkan sesuatu yang sudah terjadi berarti ada konsekwensi yang harus kita ambil, yakni kita coba membuang waktu yang selalu berjalan beriringan dengan jiwa ini. Lagi pula sesuatu yang harusnya terjadi sudah selayaknya tak lagi kita pikirkan, karena menjalankannya saja sudah cukup. Mengeluhkan kejadian yang sudah di alami jelas akan membawa kita jauh pada realitas kesadaran diri akan apa yang harusnya kita jalani.
Lantas apa yang sebenarnya menjadi milik kita selain kejadian yang menjelma di depan mata dan di rasakan oleh jiwa. Bukankan sesuatu yang ada pada diri ini sejatinya kita tak pernah membuatnya. Klem, pengatas namaan, mencoba melegalkan atas nama kebenaran agar hidup ini bisa dirasakan lebih mudah, mencoba melepas tanggung jawab sepertinya sudah menjadi dasar sifat manusia. Mengisi jalannya kehidupan Seperti saling tukar-menukar, itu pada perinsipnya yang akan mempermudah agar bisa nikmatin indahnya dunia. Baik tenaga yang di tukar dengan uang kemudian di sebut dengan istilah bekerja atau usaha yang kita tukarkan dengan keinginan. Semua hal tersebut pada perinsipnya hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam menjalankan hidup ini.
Semua sudah tersedia, lantas kenapa kita musti merasakana akan adanya kehilangan. Bukankah kehilangan itu hanya hal perpindahan tempat dari satu bentuk berpindah dan berubah menjadi bentuk yang lain. Dan saat bentuk ini berubah makan sesuatu hal yang wajar bila perwujudannya ikut berubah. Itu adalah kodrat alam yang menggunakan logikanya. logika alam adalah logika yang tak akan pernah bisa di cerna seuruhnya oleh pikiran manusia. Pikiran ini pastinya tak akan mampu menjadi pikiran yang dirasakan di luar pikiran manusia. tetapi tidak sedikit dari manusia yang melakukan dan berprilaku seperti logika alam.
Kehilangan bukan berarti kita terlepas dari tanggung jawab. Bila dalam diri ini dirasakan tidak memiliki tanggung jawab maka cobalah kita mulai mencoba belajar dari kehilangan.
Bila hidup ini dirasakan susah dan berat, persoalannya terletak pada diri ini yang tak pernah merasakan hidup sebelumnya. Ketidak-tahuan yang terkadang banyak menjerat diri kita, sehingga kita terjebak pada keluhan-keluhan. tanpa mengeluhpun kehidupan harus terus dijalankan. Apakah Misteri hidup tak akan pernah bisa di bongkar sepenuhnya,bukankah ada hak kita untuk mendapatkannya den berada di dalamnya. Mungkin saja hal itu bisa kita gapai, saat kita sampai pada titik misteri kaki ini tak lagi menginjak lagi ke tanah.
Persoalan reinkarnasi jelas tak harus disalahkan, karena tak ada yang disisakan oleh memori pikiran kita untuk mengingat kejadian dan perjalanan kehidupan di masa lalu. Inti dari Evolusi bukan terletak pada perubahan bentuk dan perwujudan yang terjadi dalam satu ruangan. Perubahan bentuk dalam satu raungan/alam sepertinya itu sudah menjadi keharusan saat tubuh ini beradaptasi dengan lingkungan yang ada di ruangan tersebut. Sangat dangkal bila evolusi diartikan perubahan bentuk dan perwujudan yang terjadi di dalam satu ruangan. Karena kita tak akan pernah bisa menjawab, bila evolusi itu berlaku di dalam satu ruangan maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bentuk dan perwujudan manusia seribu tahun yang akan datang? Akan menjadi bentuk yang bagaimana manusia kelak. Jawab sajalah bila memang tau, karena saat kata-kata itu keluar dari mulut maka jangan salahkan bila kaki ini sudah melangkahi garis yang sudah ditentukan dalam kehidupan pada saat ini. Hari esok adalah rahasia, dan kita tak tinggal di hari itu.
Inti dari evolusi terletak pada perpindahan dari ruang ke ruang. Setiap ruang memiliki nilai dan aturannya sendiri. Di sanalah hukum ruang diberlakukan oleh nilai dan aturan yang menaungi ruang tersebut. Perpindahan dari ruang keruang itulah yang menjadi inti dari evolusi, dan hal yang kemudian di sebut dengan perjalanan kehidupan sebenarnya yang harus di lewati oleh manusia. Selama menjalankan proses perjalanan dalam menjalankan hidup ini, bekal apakah yang diberikan oleh sang punya kehidupan ini. Jelasnya dengan adanya tubuh ini, adalah bukti akan adanya kehidupan. Itulah kemurahan-Nya, tanpa kita pernah meminta ia memberikaan. tanpa kita menginginkan, sudah ia sediakan (gila, baik banget yah dia). Cuman Pertanyaan selanjutnya seberapa efektifkah tubuh dan jiwa ini menjadi tempat pelindung yang pas untuk diguakan bernaungnya “manusia”.
Jawabannya “emmm…nggak tau juga ya. Bingung soalna mikirin kaya gto mulu, udah pake aja sih. ngapain juga musti banyak nanya. Janganlah ngerepotin sampe mikirin hal yang kaya gto”…
Ih aneh juga loe yah, maslalahnya kita akan di minta pertanggung jawaban loh. ( bila kata lirik lagunya bung Opik ) suatu saat; tangan dan kaki ini akan dijadikan saksi, dan yan paling anehnya lagi saat ditanya yang menjadi terdakwanya siapa…(bukankah dalam sebuah pengadialan ada saksi, terdakwa, hakim, jaksa dan sebagainya). pastinya cuman tanda tanya doang yang muterin di atas kepala (biar kaya kartun di tv) he he….hikzzz…!
Manusia… yah itulah manusia. katanya menjadi salah satu mahluk yang paling sempurna dan mulia bila dibandingkan dengan mahluk yang lain yang ada di dunia. Jika manusia itu memang mahluk yang mulia, sesuatu yang wajar bila kehidupan ini tunduk kepada manusia dan mau diatur oleh manusia. Sebuah kenyataan yang bisa kita saksikan bahwa hampir sebagian besar manusia di dunia justru malah yang tertunduk pada kehidupan. Dijadikan budak dalam kehidupan dan selalu di perbudak oleh kehidupan. Jika kemuliaan manusia berbentuk demikian, maka beruntunglah sebagian besar manusia yang hidup di jadikan budak oleh kehidupan.
Satu analogi yang sederhana. Satu mangkuk beras bila tidak di masak oleh manusia dia akan tetap exsis dalam kehidupan, ia akan tetap menjadi beras. Sementara bila manusia sudah tidak lagi memakan beras yang di masak menjadi nasi, apakah ia tidak akan exsis dalam kehidupan ini. Lantas bagaimana cara kita agar bisa terlepas dari sistem perbudakan dalam kehidupan ini. Dimana mulianya manusia? Dimana mulianya manusia? Dimana mulianya manusia?
Nah trus apa lagi ya…bingung mo nulis gimana. Heeeeeuh….heuh…