Rabu, 31 Oktober 2007

wekkkszzzz

mungkin saat pagi saat datang mentari kita baru akan menyadari bagaimana semuah mimpi baru saja diakhiri. seperti tak ada yang peduli saat mata tak lagi bisa terpejam, sementara kelam baru saja terbang melayang meninggalkan bekas luka semalam. masih juga dirasakan saat pagi yang biasa disambut seorang diri akan menentukan kemana langkah ini harus di mulai amnin....

Selasa, 30 Oktober 2007

lainnya

Old Bantam Story

Banten sekitaran awal abad ke-16 sudah di kenal namanya, ketika Tome Piere melaporkan laporan perjalanannya selama tiga tahun ( 1512—5). Tome Piere mengatakan bahwa Banten merupakan sebuah kota niaga yang baik, terletak di tepi sebuah sungai. Kota itu di pimpin oleh seorang sahbandar yang bertindak dan sekaligus mengatas-namakan Raja Sunda. Wilayah niganya mencakup Sumatra dan bahkan kepulauan Maladewa. Banten merupakan sebuah Bandar yang
besar, melalui Bandar itu pula juga diperdagangkan beras, bahan makanan lain dan lada ( Cortesao 1944:166 ). Berita tersebut dengan jelas memberikan petunjuk bahwa pada masa itu Banten merupakan bagian dari kerajaan sunda. Menurut sebuah kajian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa di daerah banten lama dan sekitarnya terdapat sekurangnya 33 buah pemukimna yang jika di kaji namanya masing masingdapat di bagi kedalam beberapa kelompok. Pemukiman itu tentunya dengan status dasar pemerintahan, sosial ekonomi, status, ras, agama dan yang tidak di ketahui setatusnya.
Jika kita mengkaji nama nama dari segi bahasa, maka akan memperlihatkan nama-nama tersebut dengan memperlihatkan ciri-ciri bahasa tertentu. Jika ciri bahasa itu dipadukan dengan kilasan sejarah yang pernah terjadi di daerah itu. Kita sendiri pasti akan memperoleh gambaran mengenai lapisan budayayang terdapat disitu. Lapisan lapisan tersebut akan memeperlihatkan silih bergantinya dominasi budaya tertentu yang pernah terjadi di Banten lama.
Di daerah sekitaran Banten Lama kita akan mengenal nama-nama daerah dengan menggunakan bahasa sunda seperti Pabean, Pamarican, Pakojan, Panjunan, dan pacinan. Nama tersebut jelas sekali memperlihatkan awalan pa- yang lebih kental dengan bahasa Sunda. Itu berarti bahwa tempat-tempat itu seharusnya sudah ada pada masa sahbandar yang belum terpisahkan dengan Kerajaan dari Sunda. Dengan demikian kita bisa anggap sebagai lapisan budaya paling awal di daerah itu.
Menurut sejarahnya ibukota Banten Girang terletak di sekitaran 3km sebelah selatan kota serang sekarang. Yang di rebut oleh pasukan islam di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah dan anaknya Maulana Hasanudin tahun 1526.sebagai orang yang datang dari daerah jawa maka bila sebuah pusat wilayah kekuasaan itu sudah di rebut maka pusat pemerintahan nya harus dipindahkan begitulah Syarif Hidayatullah dan hasanudin setelah menklukan sahbandar yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pesesir. Pemerintah baru tersebut di beri nama Surasowan dan dalam peta Banten Lama menunjukan adanya daerah pemukiman baru dengan nama kebalean, Kepakihan, keragilan unsur awalan ke- dan ahiran –an menunjukan akan kentalnya bahasa Jawa. Penamaan nama tempat tersebut kita anggap saja sebagai sebuah lapisan kedua yang mendiami Banten.
Sebagai sebuah Bandar yang penting terutama sebelum masa pemerintahan hasanudin keberadaan wilayah tersebut tentunya sudah tersebar luas ke wilayah luar. Bandar yang di kelola oleh sahbandar yang mengatas namakan Raja Sunda, sepertinya sudah memiliki sebuah tempat khusus untuk membayar pajak atau cukai dan bea yakni dengan nama pabean, dusun yang bernama pabean itu sekarang letaknya paling dekat dengan pesesir pantai dan di tepi sungai Ci Banten.
Dalam sebuah kajian ekologi yang pernah dilakukan dan dapat diketahui bahwa hasil bumi ( beras, asam, buah-buahan dan lada ) yang menurut Tome Pires merupakan komoditi yang sangat penting yang didatangkan dari daerah pedalaman Banten. Hasil bumi yang paling disukai oleh orang asing yakni lada yang khusus didatangkan dari daerah pedalaman sehingga lada tersebut kemudian mendapatkan sebuah tempat khusus sehingga untuk menyimpannya juga dibuatkanlah sebuah tempat yang kemudian di kenal dengan nama Pamarican. Menurut Tome Pires juga lada yang dihasilkan dari kerajaan Sunda setiap tahunnya mencapai 1000 bahar. Dengan mutu yang lumayan baik bila di bandingkan dengan lada yang dihasilkan di daerah Kocian Asia Tenggara ( conesao, 1944:169 ).
Bersamaan dengan masuknya orang jawa ke wilayah banten abad-16 secara tidak langsung pergantian agama mulai makin besar terjadi di wilayah Banten. Seorang penguasa yang beragama islam tentunya menganggap demikian pentingnya pendidikan dan kedudukan kegamaan sehingga ada sebuah dusun khusus yang namanya kemudian di kenal dengan nama Kepakihan.yang lebih merujuk bahwa penghuninya para ahli dan Ulama yang beragama Islam. Toponim yang ada di Banten memberikan petunjuk bahwa dusun dusun tertentu di huni oleh sekelompok masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi. Panjunan, Pajantran dan Panjaringan. Tetunya nama dusun tersebut memberikan petunjuk akan sebuah lapisan sosial tertentu. Panjunan dan pajantran misalnyajelas merupakan lapisan budaya yang pertama. Selain awalan pa- dan akhiran –an yang digunakan, juga karena kata dasar anjun merupakan salah satu bukti keterampilan yang sudah di miliki oleh orang Sunda semenjak jaman prasejarah. Sementara itu, kata jantra adalah kata serapan dari bahasa sansekerta kedalam bahasa Jawa (Zoetmulder, 1982:726)dan Sunda. Sementara untuk dusun panjaringan sendiri muncuk kemudian karena adanya gesekan klas sosial yang terjadi di dusun Panjunan dan Pajantran sehingga sebagai hasil gesekannya dusun Panjaringan di buat. Walau merupakan lapisan ketiga karena bagaimana pun juga alasannya jelas dalam bahasa Sunda awalan kata pan- itu tidak ada dalam bahasa Sunda.
Sementara untuk lapisan berikutnya, kita akan mengenal dengan nama Banten Lama, dengan jelas nama tersebut sangat kental dengan bahasa melayu. Jika nama tersebut berbau Sunda mungkin namanya akan Banten heubeul atau Banten Baheula. Dan kalau berbau bahasa Jawa mungkin saja namanya Banten lawas, tapi yang ada sekarang yang di kenal yah Banten Lama yang lebih ke Melayu. Hal ini memungkinkan nama Banten sendiri baru baru saja diberikan. Bahkan kita mau tidak mau harus menerima dugaan dari nama dari pemberian orang belanda. Hal ini sangat memungkinkan katika Van Chijs mengunjungi kota itu tahun 1881 ia hanya melihat kota yang sudah tinggal puing yang sudah dihancurkan oleh Daendels tahun 1803 karena dusun kecil itu bernama banten kemudian muncullah sebuah nama baru dengan nama Old Bantam dan bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia atau Melayu diartikan sebagai nama Banten Lama.

lainnya

My home
Terlalu banyak yang berubah memang dengan besarnya gelombang moderenisasi yang ada sekarang. Bukan cuman soal nilai, tapi fungsi sebagai sebuah perwujudannyapun ikut berubah juga. Rumah sebagai mana yang sudah kita kenal, memang sebuah tempat frivatsi untuk setiap keluarga dimanapun ia tinggal. Sebagai sebuah wilayah privatsi di satu sisi sementara di sisi lain sebagai sebuah wilayah lingkungan sosial yang tentunya memiliki sebuah aturan yang musti di kenali dan di ikuti walau Terkadang selalu terbentur dengan ruangan dalam wilayah pribadi. Banyak bentuk-bentuk rumah baru yang konsepnya mengambil dari istilah moderenisasi. Memang dalam kenyataannya rumah-runah yang bergaya moderen memiliki nilai filosofisnya sendiri, sama saja dengan penempatan tata ruang rumah dalam masyarakat tradisi.
Hanya saja yang menganjal pada pikiran saya, banyak rumah-rumah sekarang yang karena privatsinya justru digunakan sebagai sebuah tempat di produksinya barang-barang narkoba, dijadikan sebagai sebuah tempat tinggal yang tentunya tidak lagi bisa di jangkau oleh mata kita. Semua sudah dibatasi oleh tembok-tembok tinggi, sehingga untuk melihat anak gadisnyapun seperti dalam kisah-kisah sebuah buku cerita tak akan lagi bisa kita temui. Memang tidak semunaya rumah selalu berkesan negatif, akan tetapi bagai manapun juga sudah pasti akan ada perasan kita yang mungkin enggan untuk bertamu, sebagai sebuah tetangga atau sebatas bertegur sapa sepertinya sudah jarang terjadi. Hal ini bisa dikatakan wajar bagaimana sesama tetangga sudah tidak lagi saling mengenal, dan hal itu sudah banya terjadi di masyarakat kita sekarang. apakah memang seperti itu spirit dari sebuah moderenisasi.
Sebagai sebuah bagian dari tatanan akan keberadaan lingkungan sosial, keberadaan rumah sudah barang tentu akan menjadi sebuah awal bagaimana kita memahami spirit akan kebersamaan dalam menjalani kehidupan sosial di masyarakat. Seperti rumah-rumah yang berada di pedesaan secara konep dan bentuk rumah mereka memang sederhana. kita akan melihat bagaimana keterlibatan sebuah rumah dengan para tetangga yang berada di sekitarnya. Banyak sekali simbol-simbol yang mencerminkan kepribadian sebuah masyarakat, saling menghargai perasaan antar sesama yang berada di sekitar tempat kita tinggal. Dan hal ini tentunya tidak akan mengurangi wilayah privatsi diri kita. Karena dalam batasan batasan tertentu para tetanggapun akan mengerti wilayah wilayah mana saja yang memang diperuntukan oleh orang mereka.
Dalam merencanakan membangun atau merenopasi sebuah rumah yang mewah, pasti setiap orang memiliki pertimbangan- pertimbangan yang matang dan tidak hanya petimbangan soal siapa yang jadi arsiteknya, atau pertmbangan pake bentuk apa desain interior rumah, dengan gaya apa rumah tersebut di buat. Hanya saja terkadang yang membuat saya bertanya kenapa musti membuat rumah dengan sebuah tembok yang tinggi, bahkan terkesan para penghuni asik bercengkrama di teras rumahnya sementara para tetangga yang lewatpun tidak bisa di lihat. Memang itu hak mereka, karena mereka yang punya dana untuk membangun sebuah rumah dengan model tersebut dan memang juga itu hak privatsi mereka. Lantas apakah hal itu juga mencerminkan bagaimana congkaknya para penghuni di dalamnya seperti bangunan rumah yang tak lagi bisa melihat tetangga yang lewat seakan sudah tidak ada keinginan mengenal siapa tetangga kita. Ah tentu tidak… aku yakin mereka tidak secongkak itu, toh banyak juga mereka sangat dermawan banyak menyumbang orang lain di waktu waktu tertentu. Lantas apa maksud dari semua ini.
Membangun rumah ideal tentunya selalin karena sebuah selera pemiliknya agar bisa merasa nyaman saat untuk di tempati juga seharusnya membuat merasa nyaman pada lingkungan sosial. Bila berpikiran seperti itu jelas kita akan mendapatkan kesan kalau lingkungan sosial sudah tidak lagi memberikan sebuah kenyamanan. Para tetangga seoalh dianggap sebuah musuh yang harus di saingi dengan cara membangun rumah semewah mungkin. Memang benar kalau pribahasa mengatakan rumahku adalah sorgaku. Karena disanalah segalanya akan di mulai disana jugalah kehidupan di awali. Tapi apakah harus dengan cara yang seperti itu, harus dngan cara memagar batas-batas rumah dengan tembok yang tinggi.
Berbicara soal surga secara tidak langsung kita akan berbicara juga soela kenyamanan, sementara untuk berbicar soal kenyamanan sudah barang tentu kita tidak hanya berbicara menyangkut kenyamanan dalam diri sendiri saja, tapi kita juga harus merasa nyaman dengan keadaan lingkungan sekitar. Dan apakah kita akan merasa nyaman kalau para tetangga sendiri saja sudah merasakan hal yang tidak nyaman saat mereka melihat tertutupnya rumah yang kita tempati. Dan apakah kita akan merasa nyaman saat para tetangga tidak saling mengenali satu sama lain. sudah barang tentu sebuah kompromi tidak hanya dengan keluarga sendiri tapi kompromi dengan lingkungan kekitar harus kita jalani, tidak akan ada salahnya kalau semua itu di jalani dalam membangun sebuah rumah tempat hunian yang ideal. Disana lah saya rasa konsep rumahku adalah sorgaku akan sangat dirasakan lain.

lainnya

Metrosexual
Dalam suatu waktu, ditengah ramainya kantin di dalam kampus dengan di temani segelas kopi sambil menikmati hisapan rokok yang masih menyala. Segerombolan anak muda yang kuliah di kampus tersebut sepertinya asik bercengkrama dengan kawan kawannya. Gaul banget memang dari tampang-tampang dan gaya berpakaiannya. Maklum saja baju baju serta atribut distro yang sekarang sedang marak pastinya mereka kenakan. Aku hanya mendengarkan saja dari samping yang memang tak jauh dari kerumunan para pemuda itu. Obrolannya sangat sederhana, bukan sebuah perkuliahan yang mereka bicarakan, bukan juga soal tugas kampus yang terkadang bikin males untuk ngegarapnya. Tapi obrolan tentang mode dan salon yang bagus dalam menata rambut serta merawat tubuh yang asik mereka bicarakan. Aku sempat tercengang juga sih awalnya, karena bila di lihat tampang tampangnya serta cara berpakaian mereka sangat mencerminkan sekali anak musik yang beraliran cadas. Tapi kok, yang jadi pembicaraan mereka dalam sebuah kantin hanya sebatas itu. Aneh….bagi aku, dan mungkin saja justru aku yang mereka anggap sebagai orang yang aneh yang berada yang tak jauh dari kerumunan mereka.
Soal mode yang di jalani para lelaki, baru aku sadar memang tidak hanya terjadi pada saat sekarang saja. Bahkan semenjak dahulu entah tahun berapa yang pasti aku nggak pernah tahu. Di jaman yang katanya serba moderen, tampil di wilayah public dengan menguasai wilayah tersebut memang sudah menjadi kelas social baru dan bisa dikatakan sebagai kasta tertinggi untuk jaman moderen ini. Di kenal oleh banyak orang, sudah barang tentu kita pasti akan menjaga penampilan kita didepan para penggemar. Sudah menjadi sebuah tuntutan yang harus di jalani memang.
Sebagai pria pesolek (sangat menjaga tubuh ), sudah barang tentu akan menambah nilai lebih yang akan didapatkan oleh seorang pria saat ia tampil di hadapan public. Dengan tampang yang keren dengan tubuh yang ideal dan terawat sementara sifatnya agak sedikit nakal tentunya peremuan mana yang tidak tergila gila berlomba untuk menaklukan lelaki seperti itu. Sebuah harapan dan selalu adanya tantangan-tantangan yang baru yang selalu dialami sudah barang tentu akan membawa setiap wanita untuk tetap tunduk dan menikuti sebuah sensasi yang ia rasakan. Sementara para lelaki yang dengan tampang yang biasa saja, sopan dan banyak hal yang katanya positip janganlah berkecil hati karena yah memang seperti itulah jalan kehidupan dari para manusia. Dan jangan juga merasakan takut tidak mendapatkan perempuan yang sudah menjadi iimpiannya, mereka jelas akan kamu dapatkan hanya saja jangan pernah merasa menyesal jika kamu mendapatkannya sebagai sisa sisa bekas para lelaki yang nakal.
Dalam sebuah tulisan perjalanan kita akan mengenal bagaimana bagai mana para pria bersolek ternyata akan banyak di temukan di daerah- daerah yang kita anggap pedalaman. Seperti di daerah pedalaman suku di afrika, kita akan menemui bagaimana prosesi tahunan yang diadakan suku tertentu untuk menyajikan acara kusus para lelaki sebagai peserta. Acaranya unik, karena dalam acara tersebut semua laki laki dewasa yang ada di suku itu harus berdandan semenarik mungkin. Disini para perempuannya bertindak sebagai juri yang menilai laki laki siapa yang pintar bersolek. Acara tahunan ini tentunya sangat bergengsi diantara komonitas mereka. Karena hadiahnya hanyalah sebatas sanjungangan dari para perempuan yang ada pada suku tersebut dan hal itu tentunya merupakan gengsi tersendiri bagi laki laki. Sementara bagi lelaki dewasa yang tak bisa bersolek sudah barang tentu cemoohan akan di dapatkan selama acara berlangsung.
Dari cerita diatas saya sendiri kemudian berpikir dan mencoba membawa cerita tersebut untuk melihat dunia yang saya alami sekarang. Ditengah tengah arus moderenisasi, disini sangat jelas memang diri saya yang mungkin tidak melebur untuk memahami serta menjalankan sebuah keharusan untuk menjalani dalam alam yang serba maju ini. Tentu walaupun saya tercengang melihat anak anak muda dengan gaya yang cadas mereka memperbincangkan tentang model pakainan serta salon mana yang bagus buat perawatan tubuhnya. Saya sendiri memang tidak menyalahkan bagaimana para pria metrosexsual yang selalu menuntut penampilan ketika mereka berada di wilayah publik. Seorang tukulpun sekarang saya sendiri meyakini bagaimana ia harus menghindari masalah bau badan, bau keringat dan terhindar dari bau-bau yang melekat pada tubuh seorang laki-laki. Dan semuanya memang tidak masalah. Hanya saya yang kemudian mengganjal dalam diri saya, apakah seorang lelaki harus seperti itu harus sesuai dengan pakem dari moderenisasi.
babagimana punjuga hal penampilan, saya menganggapnya sebagai soal kenyamanan saja baik dalam diri kita yang mengenakan, bersikap biasa dan bisa membuat nyaman orang yang sedang berbicara dengan kita tentunya akan menjadi sebuah pertimbangan yang harus diperhatikan. Dan pasti anda bertanya apakah orang yang berbicara dengan kita akan merasa nyaman sementara saat orang mendekatpun sudah tidak merasakan nyaman dengan aroma-aroma terapi yang keluar dari tubuh..( he he apa coba ) ? tentu disisi lain mereka akan nyaman sementara sisi sebagian besarnya jangan harap dan jangan ngomongin soal nyaman lah. He he he….
Tentunya maksud saya disini, dari hal-hal sebelumnya terus terang saja yanya tidak bersepakat dengan adanya standarisiasi dalam memandang hal ideal dari seorang manusia ( co khususnya ) karena besarnya pencitraan ini sudah jelas akan banyak merugikan para lelaki-lelaki lainnya yang memang tidak masuk dalam kategori ideal tersebut. Lelaki ideal dalam dunia pencitraan kebanyakan dilihat dari fisik saja dengan tampang keren, tubuh yang atletis, perut kotak kotak dan badan berisi dan kita akan mendengar tanpa sadar para perempuan berkata: gila tuh co maco banget…. Ada hal hal lain yang kadang di lupa, kalau untuk menghadirkan diri dan untuk membuktikan diri kita ada tidak harus berpenampilan sama dan tidak harus bertubuh ideal seperti yang sudah dicitrakan dalam alam moderen ini. Yang seperti dalam istilah, “aku bergaya maka aku ada”. Sudah bukan seperti itu lagi masanya. Wekkaaaaazzzzzxixixixixix wekz…!

makanan

Wisata kuliner dan masalah perut kita

Tayangan wisata kuliner dalam sebuah program televisi ternyata cukup banyak di nikmati oleh masyarakat. Hal ini bisa kita lihat bagaimana acara acara yang sejenisnya kemudian bermunculan dalam acara- acara siaran televise. Banyaknya bermunculan acara yang sama sudah pasti akan kita maklumi karena kondisi industri pertelevisian di masyarakat kita sepertinya yah memang seperti itu, saat reting sebuah tayangan didapatkat cukup tinggi maka tema tema yang sama juga diangkat dengan sebuah tayangan yang sebenarnya hampir sama juga. Pengemasan yang sederhana, yang hanya mengambil background dari satu tempat makan ketempat makan lain dengan sebuah acara kekseluruhan yang cukup santai. Hal ini dirasa pas dengan kondisi para penonton yang bisa menikmatinya dengan santai juga. Hanya saja bagai manpun juga, tayangan tayangan kuliner tersebut saya sendiri merasakan cukup muak dengan menontonnya. Bahkan terkadang saya sendiri merasakan jadi tidak enak makan setelah melihat tayangan tersebut.
Maklum saja bagaimanapun juga sebagai seorang yang masih belum jelas akan sebuah penghasilan antara makan dan tidak makan cukup seimbanglah dalam keseharian. Walaupun memang bisa makan, tentunya makanan yang saya makan tidak pernah sama dengan yang ada dalam tayangan tayangan tersebut. Bila bicara soal keterasingan.! saya sendiri memang merasa terasing, (mungkin juga mengasingkan diri he he) karena belum pernah mencoba makanan seharga yang sudah diberitakan tersebut trus hubunganan antara keterasingan dan nggak bisa beli makanan apa yah he he . Bagi beberapa golongan satu porsi seharga diatas lima puluh ribu sangat terjangkau, dan memang benar mereka bisa menikmati karena memang mereka mampu.
Walaupun memang tidak selamanya, tempat tempat yang mereka kunjungi dalam membuat acara tidak selamanya dan tidak selalu berada di tempat yang mewah. Karena beberapa episode dalam tayangan tersebut memang mengambil latar makanan-makanan yang berada di lesehan. Dengan sebuah suasana terkesan mereka yang tampil disana cukup menikmati makan yang sudah mereka sajikan.
Kita tidak pernah berpikir, bagaimana pola konsumsi yang sudah kita lakukan selama ini sudah cukup banyak mempengaruhi keadaan diri kita. Banyaknya penyakit salah satunya sudah jelas dari pola konsumsi makanaan yang di makan. Logikanya sederhanan, makana-makanan yang berada di supermarket supermarket dan tempat tempat yang katanya sudah menjamin akan nilai gizi serta kandungan akan vitamin yang mereka makan sudah pasti akan terjamin. Jadi wajar makanan-makanan dari bahan baku yang bersih mulus tanpa ada ulat satupun terkadang menjadi sebuah pilihan utmana untuk mereka konsumsi. Aneh memang, jelas aneh lah karena bagaimanapun juga pikiran saya menganggap binatang saja ( ulat dan teman temannya ) mereka sudah tidak lagi mampu untuk hidup di dalam bahan baku makanan tersebut. Sementara sebagian besar masyarakat kita justru makanan yang seperti itu menjadi menu pilihan utama. Lahhhh kok jadi kesini nulisnya wekzzz aneh…!.
Tahu makanan Indonesia secara tidak langsung kita akan mengenal berbagai macam karekter manusia Indonesia. Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia dan kita akan tahu hal-hal yang lainnya menyangkut kepribadian manusia Indonesia. Banyak memang hal hal yang menarik dari sebuah makanan yang sudah kita makan.
Seperti itulah mungkin salah satu tujuan yang mendasari tayangan tentang kuliner ditayangkan. Memang bukan cuman soal reting demi kepentingan usaha pertelevisian akan tetapi hal-hal lain yang jauh lebih menarik. Ada baiknya tayangan tersebut tidak harus melulu menyajikan sebuah makanan yang dihidangkan dengan “mak nyusnya saja”saat makan tersebut di santap, tapi sudah sebaiknya latar belakang makanan tersebut baik yang berlatarkan tentang sejarahnya makanan, maupun yang melatar belakangi terbentuknya makanan yang sudah bisa diciptakan dengan wujud seperti itu. bagi saya mungkin akan jauh lebih menarik untuk disajikan ke masyarakat. Sebab bagaimanapun juga sebuah makan yang seperti saya tuliskan sebelumnya akan mewakili latar belakang kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia.
Keunikan akan mengemas sebuah makanan untuk dimakan memang banyak jalan cerritnyanya. Bahan bahan yang mungkin saja bagi sebagian kita tidak ada nilai gizinya toh masih juga dapat kita temukan di daerah daerah seperti makanan jukut ares, makanan tersebut di buat dari pelepah pisang batu yang kemudian dimasak menjadi sebuah kuah yang di makan untuk menemani lawar. Secara logika kita pasti makanan tersebut tidak ada nilai gizinya tapi anggapan dari kawan kawan saya justru makanan tersebut dapat menetralisir dari makanan lawar (yang di buat dengan bahan daging) yang sudah dimakannya.
Disisi lain saya sendiri berpikiran bagai mana awal makan tersebut di buat, jangan jangan makan tersebut di buat pada masa susuahnya masyarakat setempat memperoleh makan (yang layak untuk di konsumsi dengan latar belakang nasi serta sayuran dengan lauknya) dikarenakan karena kondisi pemerintahan pada saat itu memang tidak setabil sehingga untuk mendapatkan makanan mereka mengexplorasi tumbuh-tumbuhan yang bisa di makan untuk memepertahankan hidup. Hal tersebut jika benar maka akan jelas bagai mana sebuah makanan serta korelasinya terhadap perpolitikan yang mengakibatkan krisis ekonomi yang sudah dialami oleh pemerintahan, sehingga dampak kemiskinan dapat dirasakan oleh masyarakat ini dan dengan salah satu wujud nyatanya yang kita bisa lihat dari makanan yang sudah di konsumsi tadi.

Jumat, 26 Oktober 2007

religi

Tentang…
Hidup dengan janji berarti hidup dalam iman, tapi bukan iman pada tuhan yang sudah selesai diketahui. Ini iman dalam kekurangan, dan kedaifan-ihktiar yang tak ada henti-hentinya. Sabar dan tawakal Karena tuhan adalah tuhan yang akan datang. Sepenggal kalimat pembuka dalam tulisannya gunawan muhamad. Hasil pengetahuan para arifin adalah ketakmampuan mereka untuk mengenal dia. Al-ghazali dalam al-masdaq al-asna.
Kesesatan tentunya sudah sering kita dengar dalam pernyataan pernyataan para pemuka agama di nusantara ini. Lantas apakah sesat itu? Persoalan sesat tentunya hanyalah sebatas persoalan ketidak-cocokan atau ketidak sepemahaman saja dalam sebuan aliran, dan persoalan pembeda dalam menginterfretasikan akan ketuhanan. Sehingga istilah kasarnya dalam satu ajaran atau satu agama interfretasi akan tuhan itu sudah pasti akan berbeda. Karena sebagain besar diri manusia menganggap tuhan itu sebagai sesosok tuhan yang hadiri dalam kehidupan. Selain itu juga dalam mengenal wilayah ketuhanan, kemungkinan besar terjadi karena perjalanan spiritual setiap orang yang berbeda dalam merasakan kehadiran tuhan. Ruangan-ruangan yang sangat banyak berserakan tidak hanya di dalam diri kita tapi ruangan yang berada di luar diri kitapun pasti akan kita kenali dalam proses pencarian akan tuhan. Sebuah tempat yang sama akan dirasakan berbeda oleh setiap orang. Dengan adanya perasaan yang beda maka wajar bila pengalaman spiritual yang dialami tersebut akan menghasilkan sebuah istilah yang lain yang dirasa sesuai dan sudah mewakili sebuah keadaan jiwa saat berada di sebuah tempat.

Kecenderungan manusia untuk mencari tuhan tentunya dilatar-belakangi oleh keberadaan tuhan sendiri yang sudah banyak meninggalkan jejak jejak dari sebuah penciptaan. Jejak jejak tersebut selain adanya semesta raya ini juga dapat kita temukan dengan adanya identitas dari tuhan sendiri. Misalkan saja nama-nama yang dimiliki oleh tuhan, sebagai sebuah tanda tentunya manusia akan berpikir tentang apa yang sudah diberikan tanda tersebut. Sementara dorongan dalam diri setiap manusia terkadang memaksa untuk mengetahui, dan dengan kekuatan akalnya yang serba ingin tahu secara tidak langsung menjerat pikiran manusia masuk kedalam wilayah ketuhanan. Sementara disisi lain, secara fitrah ada keharusan manusia untuk bertemu dengan tuhannya.
Di wilayah nusantara ini penamaan akan tuhan tentunya sudah di kenali sebelum masuknya agama agama besar dunia. Dalam masyarakat suku mereka mengenal nama tuhan yang sangat berbeda dengan nama tuhan yang ada di suku lain, yah itulah tuhan mereka yang memberi kehidupan pada mereka dengan segala bentuk serta wujudnya. Kta akan mengenal nama nama tuhan seperti puang matoa ( ditoraja ), londong dilangit ( diminahasa ), mori karaeng ( di flores ), uis afu ( di timor ) yi tau wulu tau ( di sawu ) dan mula satene ( di seram ). Konsep tuhan yang seperti ini menurut bekker bersifat deistic ( ketuhanan murni ) dan tidak antropormik ( tuhan yang memanusia ) sehingga tuhan yang esa itu begitu besar dan absolute. Di masyarakat suku di flores tuhan tidak boleh di sebutkan namanya oleh masyarakat biasa, tuhan di sumba (ndapa teki tamo,numa ngara: yang tak dapat di sebut namanya dan dapat di ucap gelarnya) hanya para pemuka agama setempat dalam waktu-waktu tertentu yang dapat menyebutkannya sementara di toraja nama tuhan di ucapkan dengan bahasa rahasia. Dalam hal ini keberadaan tuhan buka berart tidak di kenal oleh masyarakat awam akan tetapi jauh dari pada itu menjaga kemurnian akan nama tuhan dianggap sebagai sesuatu prilaku yang sacral, sebab disisi lain kemahaan akan tuhan tentunya menjadikan keterjagaan akan kesucian tuhan itu sendiri. Karena secara tidak langsung setiap kali tuhan kita sebutkan, sebenernya kita tidak mengebut namanya. Seperti dalam kalimat para sutra menyebutkan “Budha bukanlah Budha dan sebab itu ia Budha” dengan artian tuhan yang kita acu dengan sepenggal kata, sebenarnya tidak terwakili oleh kata yang sudah di ucap, dan kita pasti akan sadar kalau tuhan tidak akan terwakili oleh kata.
Sejarah terbesar dari peradaban manusia adalah sejarah manusia yang menemukan tuhan, hal ini mungkin tuhan tidak hanya di temui dengan diri kita sendiri tapi dengan bersama samapun dilakukan. Sejarah ditemukannya tuhan yang dialami oleh jiwa dalam diri kita seharusnya hanya untuk pengalaman spiritual kita sendiri karena pertemuan jiwa kita dengan tuhan tersebut jelas akan dirasakan berbeda dan tidak mungkin sama dengan jiwa orang lain. disinilah kebanyakan keterjebakan manusia dalam mempersepsi dan berpikir tentang tuhan. Tuhan terkadang direduksi menjadi sebuah berhala ia hanya menjadi titik terakhir dalam penalaran tentang tuhan. Tuhan dianggap sebagai causa sui sebab yang tidak bersebab. Tuhan bukanlah hasil keinginan dan konklusi diskursus kita, tuhan benar benar tak harus ada karena ia ngetasai ada tapi tak termasuk ada. Walah…ngelantur juga kan….weh udah lah di tunda dulu…. Mumet.

makanan

makan yang sehat

Seperti apakah makan yang sehat? Sudah dengan jelas pasti akan menjawab yah makanan yang 4 sehat 5 sempurna. Wajar saja bila jawaban yang seperti itu akan kita dengar, sebab bagai manapun juga konsep 4 sehat 5 sempurna adalah sebuah konsep ideal bagi manusia Indonesia untuk menjalani hidup yang sehat. Selain kandungan gizi yang cukup dan dengan susu sebagai sebuah pelengkap dalam sebuah menu makanan. Tapi apakah konsep ini masih juga berlaku yah di tengah mahalnya harga sembako. He he apa hubungannya coba. Tapi tak apalah…. Bagi aku sendiri sebenarnya konsep tersebut itu tidak terlalu usang karena memang sebagai sebuah menu yang ideal dengan kandungan gizi yang memang pas dengan kondisi masyarakat Indonesia. Tapi bagi saya mengenai kosep makan yang sehat bila hanya dilihat dari persoalan gizi dan persoalan biologis saja sebagai sebuah manusia hal ini aku rasa tidak adil. Karena konsep ini bagai-manupun juga sangat terkait dengan konsep manusia sendiri. Konsep 4 sehat 5 sempurna tentunya tidak bisa mewakili secara keseluruhan akan hal kesehatan manusia itu sendiri.

Dalam diri manusia kita akan mengenah tiga unsur pokok dalam manusia. Pertama sebagai mahluk biologis kedua sebagai mahluk sosial dan ketiga sebagai mahluk religius. Dari sini terlihat jelas bagai mana konsep diatas tersebut tidak bisa mewakili dengan konsep yang lainnya. Hal makana yang dimakan memang memiliki kandungan gizi yang sudah pasti ada di dalam makanan tersebut tapi apakah makanan tersebut memiliki kandungan gizi religius atau gizi sosial. Belum tentukan makanan yang kita makan memiliki kandungan gizi ketiga unsur tersebut. Lantas makanan yang seperti apa yang bisa dimakan agar memiliki ketiga kandungan gizi tersebut? Nah loh…. Bingung juga kan.

Sebagai mahluk religius prihal makanan yang dimakan akan memiliki kandungan gizi bila mana makan tersebut dihasilkan dan didapatkan dari hasil dengan cara yang baik dalam mendapatkanya. Hal yang baik ini tentunya sudah pasti akan berhubungan dosa dan tidak dosa. Sebagai manusia religius makan yang dimakan secara tidak langsung akan mempengaruhi keadaan jiwa kita, sifat-sifatnya pun sudah jelas.

Di dalam Bhagawagita dijelaskan bagaimana sifat seseorang dalam persoalan makanan ini. Dalam bab XVII 7-10 dijelaskan makanan yang disenangi oleh semua ada tiga macam (7). Pertama makanan-makanan yang meninggikan hidup, tenaga, kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan suka cita, yang manis dan lunak banyak mengandung zat-zat makanan dan rasanya enak adalah makanan yang disukai oleh orang yang baik(8). Makanan-makanan yang terlalu pahit, masam, asin, pedas, kering dan angus yang akan menimbulkan kesakitan, duka cita dan penyakit di sukai oleh orang yang bernafsu(9). Dan makanan yang basi, hambar, berbau, dingin, sisa kemarinnya dan kotor adalah makanan yang disukai oleh orang yang bodoh(10). Sementara dalam islam setahu saya makanan yang sehat adalah makanan selain memiliki kandungan gizi, tidak memabukan dan tidak diharamkan serta didapatkan dengan cara halal walaupun ia memakannya tidak membaca basmalah tentu tidak masalah dan itu pasti menyehatkan asal jangan busuk dan tidak layak makan karena bagi yang berpikir makanan yang baik yang pasti akan dimakan olehnya.

Untuk makanan yang sehat secara sosial hal ini tetntunya kita akan sangat mempertimbangkan akan keadaan orang orang di sekitar kita. Kesenjangan soal makanan sudah pasti ada hanya saja bagaimana kita meminimalisir dan menjaga perasaan orang orang disekitar kita saat kita menikmati makanan yang kita makan. Sehingga makanan yang kita konsumsi setiap hari memang bener bener sehat karena mencakup dari tiga unsure dengan diri manusia. Sudah jelas akan percuma bila hanya konsep 4 sehat 5 sempurna saja kita jalani sementara dua konsep yang lain mengerti saja tidak. He he he…

Memang rumit bila kita menginginkan makanan yang kita makan bener-bener “sehat”. Karena memang banyak hal dan banyak faktor yang musti kita pertimbangkan sehingga wajar juga bila ada orang mengatakan “nyari makan yang haram saja susah, apa lagi yang halal” tentunya saya tidak bermaksud memaksa anda untuk menjalankan ketiga konsep yang ada dalam diri manusia yang di wakili dari hal makanan. Akan tetapi yah nggak ada salahnya juga kan klo misalkan saja kita mencoba hal hal lain yang dirasakan unik dan yang butuh akan tantangan akan hal yang aneh he he he sudahlah cape nulis mulu mending klo cuman nulis ini pake mikir lagi kan padahal kan aku cuman ingin nulis doing tapi anehnya pikiran kok ikut-ikutan. Wekzxixixixix

Rabu, 24 Oktober 2007

makanan

Makan dan mitos

Pada masyarakat Indonesia kebiasaan akan tradisi lisan menjadi salah satu akan budaya masyarakatnya. Bentuk bentuk tradisinyapun beragam tidak hanya soal sastra, tapi soal pewarisan budayapun hanya disampaikan secara lisan. Seperti ada anggapan bahwa menulisakan sesuatu hitu hanya akan meninggalkan sebuah jejak yang bisa di pelajari oleh siapa saja Sehingga nilai sakralnyapun akan berkurang. Hal ini mengesankan adanya keterkaitan antara tradisi lisan dengan sebuah kekercayaan yang di pegang oleh masyarakat. Dalam beberapa hal memang tidak menutup kemungkinan sebuah tradisi itu di tuliskan. Ini bisa kita lihat bagaimana tinggalan tinggalan kebudayaan terdahulu masih bisa kita kenali dengan sebuah bukti yang kongkrit dalam berbagai bentuk tentunya. Bentuk bentuk tersebut selain bentuk artefak maupun bentuk babad yang hampir terdapat pada setiap daerah. Lantas bentuk yang bagaimana klo sebuah tradisi itu bisa dituliskan dan dalam bentuk apa juga tradisi itu tidak dituliskan? Toh di dalam kenyataan yang terjadi dimasyarakat kedua hal tersebut masih ada pada masyarakat.

Mitos sebagai sebuah bentuk tradisi lisan secara beriringan dengan perkembangan dunia yang semakin maju dan moderen ( ? ) didalam perkembangannya ternyata sebuah mitos tersebut masuk juga kedalam perkembanyan jaman tersebut. Mitos merasuk dalam dunia moderenitas sementara manusia manusia moderen terkadang tidak menyadari akan keberadaan mitos yang sudah mengungkung pola pikir masyarakatnya. Bentuknyapun kemudian tidak hanya sebatas pada cerita tapi pada bendapun bisa saja di katakana sebagai sebuah mitos. Dan mitos disini sebagai sebuah konsep dasarnya sebagai sesuatuhal yang kebenarannya harus dibuktikan dan kenyataannya pernah terjadi atau hanya sebatas pada sebuah cerita omong kosong belaka yang sudah menjauhi akan sebuah kejadian yang sudah terjadi.

Beragamnya mitos yang terjadi pada setiap lapisan masyarakat, sudah barang tentu tidak akan bisa mengelarkan coretan coretan yang tidak akan berguna ini dan tidak akan bisa di jelaskan satu persatunya. Hanya saja terkadang saat kita berbicara mengenat persoalan mitos terus terang saja terkadang masalah ini membawa imajinasi saya keberbagai hal dan keberbagai tempat. Misalkan saja mitos mitos soal makanan.

Mitos dalam makanan ini banyak sekali bisa kita temui dalam keseharian kita. Makanan makan tertentu dapat di percaya akan memberikan kepeda yang memakannya sebuah nilai lebih ketimbang makanan yang biasa di makan oleh manusia. Padahal yah pada dasarnya sebuah makana bila dimakan sudah barang tentu akan memberika sebuah nilai yang lebih. Walaupun tidak mendapatkan sebuah perlakuan husus mengenai makanan ini tapi di sisi lain secara tidak langsung orang sudah membengi dan meperlakukannya secara khusus ketimbang makanan yang lain. sepertinya adanya nilai yang lain dari sebuah makanan terjadi dikarenakan seseorang tersugesti dengan memakan makanan tersebut. Selain itu juga bila kita menyadari kondisi kita dari sebelum dan sesudah makan tersebut serta membandingkan nilai gizi yang ada di makanan tentunya wajar saja bila ternyata makantersebut membawa pengaruh terhadap tubuh ini.

Contoh mitos mitos dalam makanan misalnya saja kacang yang dimakan akan memperbanyak jerawat, atau telur dan sebagainya yang di racik dengan campuran rempah-rempah dijadikan sebagai obat kuat bagi laki laki. Makan sayuran seperti toge akan menambah hormone yanga ada di diri kita, coklat dengan kegemukannya… ah sudah lah jadi bingunng……hah….udah lah

Senin, 22 Oktober 2007

makanan

Makanan, sesaji dan ritus keagamaan

Suatu malam di sebuah rumah yang tidak terlalu mewah aku tak bisa mngeingkari akan laparnya perut ini. Mau tak mau di rumah yang sudah aku anggap rumahku sendiri dan orang-orang yang mengisi rumahnya sudah aku anggap sebagai orangtuaku kebiasaan lama aku kembali ( mungkin karena perut dah merasa lapar ) tanpa mnghiraukan orang yang mengisi rumah itu aku pergi ke dapur dan mencari sisia sisa makanan yang dimakan tadi sore. Bukan sebuah kebetulan akurasa bila ternyata di dalam lemari makanan terdapat ayam bakar yang terbungkus dalam kotak. Tanpa berpikir panjang langsung saja aku santap ayam tersebut kujadikan sebagai pelengkap makanku. Tidak banyak memang daging ayam yang aku makan. Hanya saja di tengah tangah asiknya santap malam, datanglah kemudain orangtua yang beranjak dari tidurnya dan berkata kata kepadaku “emangnya daging ayam ini aku belikan untuk mu apa, seenaknya saja makan” orang tua itu langsung mengambil sebagian besar daging yang sudah aku buka. setelah mendengar perkataan seperti itu, selera makanku langsung saja hilang dengan segera.

Kejadian tersebut terus terag membuat aku sedikit tercengang, karena selain pertama mengalaminya juga banyak pertanyaan pertanyaan yang bermunculan dari sebuah omelan orang tua itu. Dan ku masih memeikirkan akan makanan tersebut dan klau misalkan makanan tersebut bukan orang yang ada di rumah lantas untuk siapa ia membelikan ayam baker itu. Malam itu aku tidak menemukan jawabannya dan aku sendiri tidak ada keberanian untuk menanyakan hal tersebut. Ah sudahlah pikirku, mungkin makanan tersebut untuk sesuatu hal yang ia percayai akan membawa kebeuntungan baginya dan tentunya aku akan tidak mempedulikannya. Aku hanya menyadari di rumah ini dengan lingkungan masyarakat tradisi aku menganggapnya sudah biasa hal ini terjadi. Walaupun hal tersebut hanya cerita cerita yang aku dengar saja dari obrolan di sebuah warung kopi.

Prihal makana tentunya bagi masyarakat tradisi di beberapa tempat di jawa tettunya akan memiliki makna lain, sepiring makanan tidak hanya di khususkan oleh manusia saja yang memakannya tapi karena besarnya kekeprcayaan yang masih banyak berlaku di berbagai kelompok masyarakat menjadikan makanan sebagai sebuah sarana untuk sebuah sesaji yang di khususkan untuk roh-roh nenekmoyang/ leluhur ataupun untuk sesuatuhal yang di percaya akan membawa keberuntungan dengan harapan sebagian besar keluarga mereka tidak diganggu oleh mahluk-mahluk halus tentunya dan sebagai sogokannya yang berupa sesaji makan tersebut.

Dimasyarakat Indonesia moderen dan dalam konsep kesehatan gizi kita akan mengenal istilah 4 sehat 5 sempurna sebagai menu tambahan untuk masalah gizi bagi manusia. Sementara bagi sesaji kita juga akan mengenal istilah tersebut dengan 7 rupa dan 5 rasa yang terbagi dalam bentuk 7 rupa makanan dengan bentuk serta warna yang berbeda dan 5 rasa minuman dengan rasa yang berbeda seperti kopi manis, kpi pahit, teh manis/ pahit, susu dan air putih. 7 rupa makanan dengan lima rasa minuman tettunya mamiliki makna tersendiri bagi masyarakat yang percaya akan keberadaan leluhurnya.

Sebagai sebuah ucapan trima kasih dan sebagai sebuah sarana keagamaan. Sebuah makanan akan mengalami perlakuan yang berbeda sebab bagaimanapun juga makanan disini sudah memiliki nilai sacral sebab tidak boleh dimakan dan lebih mendahulukan leluhur untuk mencicipi makana tersebut dan manusia disini menjadi orang kedua yang akan memakan sajian tersebut. Dan makanan tersebut akan menjadi propan bila sebuah ritus penyajian makana tersebut sudah selesai dilaksanakan dengan sebuah tahapan ritual kepercayaan.

Kedekatan makanan dengan ritus keagamaan dimasyarakat berlangsung sudah sejak lama dan di pegang erat oleh penganut kepercayaan tersebut. Bentuk-bentuknyapun beragam tergantung jenis upacara apa yang dilangsungkan sehingga ketidak-samaan ritual ini sudah pasti akan membedakan bentuk sesaji yang dihidangkan. Ritual-ritual keagamaan yang melibatkan berbagai sajian makanan untuk saat ini masih banyak bisa kita temui baik dalam televise ataupun secara langsung. Makna dalan setiap bentuk sesaji tentunya akan sangat berbeda.

Di dalam perkembangannya dan besarnya pengaruh agama langitan secara tidak langsung mengeser sebuah tatanan makna yang sudah ada. Saya sendiri menganggap pergeseran makna tersebut karena selain bedanya bentuk tatanan dari sebuah agama yang tidak membolehkan akan ritus tersebut, dan sisi lain masyarakat yang ingin mempertahankan kebiasaan dri orang orang sebelumnya tetap berjalan. Misalkan saja yang paling mudah di lihat di masyarakat tradisi saat mereka melakukan jiarah kubur yang membawa bekal makanan dengan satu daging ayam utuh yang dibakar serta beberapa ikan. Bagi masyarakat tradisi lama pola dan maknanya akan sama sebagai sesaji untuk leluhur yang sudah meninggal ( dan ini dianggap sebagai sebuah perbuatan bidah dalam agama islam ) dan makana bagi masyarakat tradisi sekarang makna yang terkandung didalamnya yah..! untuk bekal makan bersama-sama saja setelah mereka melakukan jiarah kubur.

Yang pasti akan selalu bahasan lain dan pasti melebar bila saya sendiri meneruskan tulisan ini…( padahal males nulis he eh ehe he he)

makanan

Makanan pesta setelah perang

Bagi masyarakat Indonesia umumnya nasi adalah sebuah makan pokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, kebiasaan mengkonsumsi makanan ini kemudian muncul istilah belum dikatakan makan bila belum makan nasi walaupun pada saat waktu makan mereka sudah menyantap singkong atau makanan makanan lain yang secara gizi sudah cukup bila di makan. Pada setiap tempat dimanapun perbedaan pula makan dan pola konsumsi makanan secara tidak langsung akan membedakan juga pola pikir dan pola prilaku masyarakatnya ( selain lingkungan alam tentunya ).

Bagi manusia yang dikategorokan sebagai mahluk yang memakan segala ( baik daging maupun tumbuhan ) selalu menjadikan prioritas utama dalam menjalankan hidupnya. Banyak sekali alasan soal makanan ini di jadikan sebagai sebuah tameng dari proses menjalankan hidup ini. Orang orang bekerja alasannya pertama agar ada jaminan mereka bisa makan untuk hari ini dan beberapa hari kemudian. Dan hal ini tidak berlaku bagi orang kaya saja bagi orang miskin secara materialpun keduanya sama sama masih memiliki rasa takut akan tidak makan ( takut akan rasa lapar ) karena konsekwensinya yah jelas orang yang sudah bosen makan cuman orang “mati”. Ktakutan ini tidak hanya terjadi pada orang yang takut tidak bisa makan karena tidak ada makanan yang harus dimakan. Orang orang yang kelebihan makananpun ternyata masih juga masih memiliki ketakutan soal makanan.

Didalam perkembangan proses kebudayaan, setelah manusia bisa menjinakan binatang yang berada di setiap lingkungan dan bisa mengkategorikan binatang binatang apa saja yang bisa di pelihara dan tidak akan mengancam keberadaan manusia secara langsung membuat pola kehidupan manusia sudah mulai teratur. Karena mereka harus sudah memiliki tempat tinggal yang menetap dan tidak berpindah pindah tempat lagi. Memiliki binatang ternak sebagai sebuah jaminan akan kebutuhan makan ( selain kegiatan utamanya masih berburu untuk mendapatkan makanan ). Secara tidak langsung ternyata membawa sebuah keresahan baru dengan binatang ternaknya.

Babi sebagai sebuah hewan piaraan yang memiliki nilai lebih ( ketmbang binatang lain ) bagi suku suku pedalam di papua. Dalam sebuah buku laporan perjalanan menjelaslan bagaimana hewan peliharaan tersebut dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia. Proses konflik antara mansyarakat suku dengan hewan leliharaannya cukup unik, karena suku tersebut akan melibatkan kelompok lain untuk mengatasinya. Pertama tama mereka beternak bagi sebagai sebuah makanan di waktu waktu tertentu saja oleh karenanya babi tersebut dianggap hewan yang sacral. Jadi masyarakat tersebut beternak babi sudah menjadi keharusan dan bahkan sama memperlakukan babi dengan anak sendiri dan ada yang memperlakukan lebih ketimbang anak sendiri. Karena kebanyakan beternak babi, sementara untuk konsumsi daging sebagian laki laki berburu hewan lain untuk dijadikan sebagai sebuah makanan yang di konsumsi sehingga lama kelamaan makin banyak babi yang sudah di ternak tersebut dirasakan mengancam akan keberlangsungan hidup manusia, selain makin banyak makanan yang diberikan untuk babi juga semakin besar popolasi pertumbuhan babi di sana. Dan untuk nenyetabilkan akan binatang peliharaan itu dibuatkanlah konflik antar suku untuk melakukan peperangan. Karena secara logikanya makin lama perang maka main banyak juga pasokan konsumsi yang digunakan. Walaupun ternyata perang sukunya tidak berlagsung lama dan hanya sebatas seremonial saja tapi keadaannya tentu sama seperti perang sungguhan. Disana juga ada kompromi perdamaian sebagai tahapan akhir dari konflik yang dibuat, karena pesta setelah perang daging babi selalu di gunakan dalam jalannya pesta tersebut. Makin banyak orang yang terlibat maka akan makin banyak juga binatang pliharaan yang di korbankan.

Perang antar suku ini diciptakan sebagai sebuah satu alasan dalam mengurangi populasi dari babi yang di ternak. Dengan sebuah pesta yang dilakukan bersama-sama itu yang penting he he he

Minggu, 21 Oktober 2007

religi

Jika nanti
Pada minggu pagi dan aku tidak bermimpi. Hanya sebagian kecil pikiran yang terus-menerus merasuk dalam otakku. mau tak mau aku harus memikirkan kata-kata atau kalimat yang harusnya tak aku pikirkan. Hanya sebuah pertanyaan awalnya. Hanya soal tanah yang suatu saat nanti meminta ujud awalmu apa yang akan kau beri? Sebagian masyarakat yang beragama menganggap tanah adalah awal dari kelahiran. Saripatinya membentuk benih yang di simpan dalam kandungan. Waktu kewaktu benih tumbuh dengan seharusnya. Seolah kejadian ini sangat alami dan tidak ada yang berperan dalam pembentukan ini, hanya saja pertanyaan-pertanyaan bermunculan kemudian saat aku mencoba menjawab satu pertanyaan awal tadi. Yang pasti aku tidak akan berbicara soal awal kehidupan untuk saat ini, karena kehidupan yang aku alami saat ini jauh lebih menarik untuk dipikirkan sambil menjalankan. Kemudian aku akan pergi sesukaku sambil memetik segala igauan yang pernah menjadi mimpiku atau mungkin juga akan menyetubuhi hamparan lautan yang membentang seolah melambaikan tangannya untuk segera aku arungi keindahan semesta ini

Aku pasti akan ingat kemana jalan untuk pulang, karena disana dirumah awalku akan banyak cacing-cacing mati memakan bangkai segala janji yang sudah kuberikan, sebagai sebuah janji yang sudah kuberikan pada matahari agar setiap pagi bisa kukenali dan hari musti di lewati. Tubuh ini seperti tak memiliki arti, saat janji yang sudah di beri tak tahu siapa yang sudah membuatnya, hingga ikatan-ikatan itu terasa dekat melekat melilit tubuh. Untungnya saja masih ada bumi yang begitu sabar dan dapat memaafkan segala keegoan, semoga saja seperti itu kenyataannya. tapi dengan sebuah catatan tentunya sebagian besar manusia bisa memahami akan apa yang sudah dirasakan oleh bumi ini dan tidak ada lagi yang akan terluka terkena bencana. Disana bumi akan merindukanmu dengan alunan lagu dendang pesisir. Sebuah nyanyian nyiur yang terus melantun menghantarkan pada mimpi yang tak lagi terbebani pada sebuah janji.

Langkah langkah kaki setiap hari yang sudah kita jalani entah untuk siapa, dan pastinya langkah kaki ini yang akan membawa kita ketempat tidur setelah lelah dan berat untuk melangkah tapi jangan lupa kita musti cuci kaki dan menggosok gigi.

Batu-batu dan kayu-kayu yang terbujur kaku masih menunggu, kita takakan musti ragu pada matahari yang setia masih membukakan segala pintu, tinggal memastikan saja ruangan mana yang akan kita kenali dan ruangan mana yang musti kita isi. Tanah yang perlahan beku serta angin yang terhempas syahdu masih setia dan rela menyambut segala kehadiran yang sudah lama dinanti.

Walau di tepi waktu itu sisa sisa amarah kembali tiba, toh semua sudah tak akan bisa merasa dan tak lagi bisa mengang segala keakuan. Air sudah mengalir di sungai menghantarkan rakit yang kan membawa kita pada sisi tepi di lain hari. Hanya anak-anak dengan pancaran biru warna matanya akan menyapa bukan disaat pagi buta.

Setiap tempat waktu pasti ada tempatnya, setiap tempat bila sudah dirasakan sesak dan hanya tinggalkan luka maka di negeri sebrang sana banyak tempat yang belum kau kenali dan belum pernah disinggahi, kaki kita dengan sendiri akan melangkah pada sebuah tepi disanalah rakit yang harus kita naiki. Disana di sebrang sungai ada dunia dengan waktu yang tidak di batasi.

makanan

Makan-makan
Sebagai sebuah konsekwensi dari kehidupan, sepertinya makanan adalah harga mati yang harus dilakukan. Konsekwensinya jelas bila sebagai sebuah mahluk hidup bila mengingkari akan makanan. Setiap makluk hidup pasti akan makan, baik binatang, tumbuhan atau manusia.

Dalam rantai makanan seperti pada pelajaran biologi waktu di sekolah pasti sebagian besar dirikita mengenali rantai makanan tersebut, sesama mahluk hidup saling memakan dan melibatkan mahluk hidup yang lainnya. Didalam klasifikasinya mahluk hidup terbagi pada tiga golongan dalam hal makan memakan. Pertama pemakan tumbuhan saja, kedua pemakan daging dan yang ketiga pemakan segala.

Sebagai manusia yang menjadi bagian dari mahluk hidup rata rata pemakan segala adalah hal yang biasa. Hanya saja kemudian persoalan perut ini tidak hanya sebatas isi perut saja, karena bagi manusia persoalan makanan tidak hanya selesai pada persoalan kenyangnya perut yang sudah terisi oleh makanan yang dimakannya. Lantas masalah apalagi yang muncul kemudian pada persoalan makanana yang dimakan manusia.

Makanan yang juga dimakan manusia baik yang dimakan yang sudah memalui proses dengan dimasak ( yang mengalami pengolahan ) dengan yang dimakan langsung tanpa menlalui proses pengolahan memiliki makna tersendiri. Pemberian makna pada makanan oleh manusia selain untuk membedakan dengan mahluk hidup janglain juga sebagai suatu tahapan perkembangan akan proses kebiasaan manusia dalam berbudaya. Sehingga sebuah makanan memiliki makna tersendiri tentunya.

Makna makanan sendiri bagi manusia bisa di anggap dan dimaknai sebagai sebuah status social yang ada dalam setiap masyarakat, sebagai sebuah simbol terimakasih ( hal ini ada dalam dunia religi ) sebagai sebuah sarana konflik di beberapa masyarakat, sebagai sebuah pertentangan gender ( dalam palsafah jawa, laki-laki itu yang dipegang perutnya ) sebagai sebuah pencitraan gaya hidup di masyarakat modern. Dan hal tersebut pasti akan di jelaskan, hanya saja tidak sekarang.

Sebagai sebuah pembuka untuk menuliskan persoalan makan memakan ( makanan ) tulisan pembuka ini hanyalah sekedar sapaan saya saja. tnx

pembuka

awal
Begitu juga dengan kenyatan yang selalu bisa kita lihat tanpa ada kata yang bisa mngungkapkan kenyataan itu. Kadang biasanya tanpa kita sadar kita selalu mencari kata kata untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi dan sudah kita lihat. Sepertinya kita tak bisa masuk kedalam sebuah kenyataan, mencoba memahami dengan menyelami apa yang sudah terjadi. Tentunya bagaimanapun juga kesadaran akan hakekat sesungguhnya terjadi seolah menjadi bagian dari mimpi mimpi yang tak bisa terwakili oleh kata atau kalimat…

Ada yang dilupa dari hakekat kesadaran sesungguhnya, sebuah kenyataan yang bicara dan mungkin bukan dengan kata tapi dengan bahasa yang musti kita fahami. Kesadaaran menjadikan pengalaman hidup pasti akan jauh lebih bermakna. Bila sebagian jalan hidup hanya dianggap ceceran tekateki yang menjadi awal kita untuk mencari, lantas bagai mana dengan kunci untuk membuka dan menyusin kembali ceceran teka-teki yang bagaimanpun harus kita kenali..

Bila sebagian kehidupan merupakan kumpulan kisah perjalanan. lantas apakah kenyataan yang sudah membuat jalurnya atau mungkin kita yang sudah merencanakannya dengan cara berimajinasi atau dengan cara bermimpi. Jadi ingat kawanku yang percaya pada “hal pertemuan bukan sebuah hal kebetulan, karena semua sudah direncanakan”. Sudah barang tentu hal ini bukan semata di cipta oleh diri manusia saja, terkadang satu alasan saja belum tentu cukup untuk dijadikan sebuah alasan, setiap orang pasti menginginkan alasan yang lain yang tidak perah di ketahui dan tidak pernah bisa dipikirkan oleh logika.

Susunan kata kata dalam logika tentunya memiliki makna sendiri sendiri, sebuah kata akan memiliki makna yang beda saat kata tersebut kita gunakan di lain tempat. Seperti berada dalam ruang ruang logika yang dibatasi oleh sekat, semua pasti beda karena setiap tempat memiliki aturan yang belum tentu sama dengan aturan yang lainnya. Oleh karenanya relativitas sebuah jawaban dari apa yang sudah dilihat.

Sudah seharusnya sebuah kenyataan menciptakan dan membentuk “katanya” sendiri untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi.