Rabu, 25 Agustus 2010

sekitar nama

Makna Bagi Yang Mmberikan Nama
Hingga akhir abad ke-20 kebanyakan orang Indonesia tidak memiliki nama keluarga. Biasanya anak-anak mewarisi nama ayah mereka (atau ibu mereka di kebudayaan Minangkabau). Wanita yang menikah sebagian mengadopsi nama suami mereka, namun tidak jarang yang tetap menggunakan nama belakang mereka, atau sama sekali tidak mengadopsi nama suami mereka. Maka dari itu seringkali suami istri memiliki nama belakang yang berlainan (hidayat, Koran Seputar Indonesia:11 Juli 2008). Nama anak dalam setiap keluarga memiliki banyak sekali variasi. Rakyat Sumatra Utara memiliki nama klan mereka sendiri-sendiri, rakyat Jawa sebagian hanya memiliki nama tunggal (kadang-kadang diikuti nama ayah mereka /patronymik), orang Tionghoa-Indonesia memiliki nama Tionghoa dan juga nama Indonesia, di Bali dengan nama yang disandang oleh warganya sangat khas, karena juga menunjukan salah satu tingkatan anak di dalam sebuah keluarga.
Pemberian nama belakang pada anak dengan nama ayah, sangat jarang dijumpai. Walaupun ada yang menyandangnya, hal tersebut semata dikarenakan latar belakang pendikan, pengetahuan serta pergaulan seseorang dengan dunia luar. Seperti halanya dalam keluarga Pak Endang Kasmiun, yang menyertakan namanya di belakang nama anak-anaknya atau pada keluarga H. Bahtiar yang juga menyertakan nama beliau di belakang nama anak-anaknya.
Umumnya di masyarakat Balaraja, aturan dalam memberikan nama pada anak sudah dianggap akan mewakili identitas keluarga. kesamaan karakter huruf yang sama dengan nama yang di miliki oleh orang tua, dijadikan sebagai salah satu alasan akan pemberian identitas yang tercermin dalam sebuah nama. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Umar :
“Jadi penggunaan nama orang tua di belakang nama anak kesannya, sudah seperti orang- orang yang tinggal di kota saja. Bagaimanapun juga yang namanya orang desa yah tetap saja, nama yang diberikan kepada anakpun dengan menggunakan cara-cara desa. Untuk merubah sebuah adat sih sebenarnya bisa-bisa saja, cuman masalahnya kalau aturan itu kita rubah dan kita ganti dengan yang baru belum tentu hasilnya baik. Jadi sampai saat ini, saya sendiripun masih menjalankan aturan yang diwariskan dari orang tua saya dahulu. Bagi orang lain saya rasa sah sah saja dengan memberikan nama mereka di belakang nama anaknya, agar lebih terlihat modern dan beda”.

Setiap orang tua akan memiliki alasan sendiri dalam memberikan nama pada anaknya. Hanya saja kebebasan tersebut terbatasi oleh tata-cara dan aturan dalam memberikan nama pada anak. Tata-cara dalam memberikan nama merupkan sebuah aturan yang tidak tertulis yang bersifat tidak baku yang berlaku di masyarakat. Melalui aturan inilah yang menudian menjadikan sebuah nama dalam kelompok masyarakat secara garis besar akan memiliki kemiripan.
Nilai-nilai dalam pemberian nama dari orang tua biasanya akan terlihat dari nama yang dikenakan oleh setiap penyandangnya. Nilai tersebut tentunya juga merupakan sebuah do’a dari orang yang memberikan nama. Sebagai sebuah refresentasi akan suatu nilai yang sudah diberikan, tanpa disadari keberadaan sebuah nama akan memiliki arti yang penting dalam sebuah kelompok masyarakat. Adapun kandungan nilai dalam sebuah nama umumnya yang tersebar di masyarakat Balaraja yakni adanya harapan dan untuk mengingat sebuah peristiwa/kejadian (moment).

Tidak ada komentar: