Selasa, 06 November 2007

lainnya

Kota kita…
Terkesan seperti sesosok bidadari yang selalu di cari-cari, didatangi dimanapun ia bersembunyi. Yah mungkin seperti itulah sosok sebuah kota, seperti sebuah putri. Banyak orang yang datang menghampiri. Bukan hanya sekedar datang untuk mencari rejeki ditengah tengah seretnya penghasilan dari sebuah desa. Mencari penghidupan yang lebih baik seperti itulah salah satu alasan yang selalu menjadi bahan perbincangan diwarung warung kopi yang dijadikan sebuah dorongan tuk bergegas segera pergi meninggalkan desa.
Begitu besar magnet yang menyeret para lelaki yang selalu ingin merantau ke kota. Seolah semuanya sudah menjadi pilihan utama. Di kota besar peluang untuk hidup bahagia. Asal saja sejauh mana kita dapat bertahan di derasnya arus kehidupan. Persaingan menjadi hal utama dalam mempertahankan hidup di kota, ketakutan ketakutan akan kehilangan apa yang sudah ada jelas terpancar dari wajah wajah para orang- orang yang lebih dahulu tinggal di sana. Sementara disisi lain, ketakutan itu akan menjadi-jadi bagaimana penduduk asli satu persatu beranjak pergi meninggalkan kota tercintanya, mereka tergusur bahkan tersungkur hingga keberadaan mereka hanya berada di pinggiran-pinggiran kota yang dahulunya bekas kampung halaman mereka.
Yah seperti itulah sebuah kota diciptakan, sebagai sebuah patokan dari simbol kemajuan, simbol peradaban dan segala simbol lainnya baik kekerasan ataupun sejenisnya. Kebersahajaan tentunya menjadi barang yang mahal. Keterasingan menjadi hal kewajaran. Penggusuran menjadi hal biasa, perebutan hak milik akan tanah sudah menjadi kewajaran. Memang semuanya kemudian menjadi hal yang biasa dari simbol sebuah kota.
Begitu menariknya sebuah kota, maka wajar sajalah di hampir setiap tahun saat perayaan ulang tahunnya kita akan melihat bagaimana didandani, dirapihkan dan di perindah agar saat mata memandang bisa merasakan bagaimana sejuknya sebuah kota yang didatangi. sehingga kita berada dan dapat merasakan langsung berdekatan menikmati indahnya keadaan sebuah kota. Jadi wajar saja bila sebuah kota bila di ibaratkan seperti seorang wanita dalam berbagai usia. Semuanya akan jelas terlihat dari kempanan serta pencitraan yang sudah di timbulkan kepada masyarakat yang berada di desa-desa untuk segera pergi kemudian mendatangi serta menikmati keindahan yang sudah tersaji.
Sebuah kota dimanapun tentunya memiliki ciri tersendiri, dan hal itu tidak akan kita temukan hal yang sama, saat kita mencoba mengunjungi dari kota ke kota. Disanalah sebuah identitas yang diciptakan serta diperahankan oleh para warga yang menjadi pendukung akan keberadaan sebuah kota. Hal ini tentunya kemudian di tiru oleh warga warga baik yang berada dipinggiran kota, di luar kota maupun di desa-desa. Apapun bentuk karya yang dihasilkan dari masyarakat kota sudah barang tentu pada masa sekarang menjadi hal yang utama. Tren gaya hidup masyarakat kota seolah tak melihat hal Baik dan buruk, semua seolah sudah tak lagi ada di logika, semua seperti menjelma dari bayangan-bayangan kemajuan sebuah kota.
Gaya- dalam berpaiakan akan tercermin dari pemuda desa yang baru pulang setelah lama bekerja di kota. Semua jelas akan terlihat beda, seolah menganggap kota bukan sumber derita karena bukti yang sudah jelas ada ditampilkan oleh para remaja saat berada di desa. Perasaan iri sudah jelas ada Karena keberhasilan sangat jelas bila dilihat dari gaya. jarang bagi mereka bercerita tentang duka, walaupun ada pasti akhirnya mereka bahagia dan bisa bertahan di tengah derasnya kemajuan di kota, tidak sedikit memang orang orang desa yang berdatangan ke kota kemudian terhempas dan kembali lagi ke desa.
Gencarnya pencitraan sebuah kota di desa, kita sendiri akan melihat tentang impian impian anak anak sekolah yang ada di desa. Semua serba ada semua serba mudah untuk menggapai segala. Dalam berbagai hal tentunya, terkadang kota menjadi tujuan utama. Tidak seperti keadaan di desa yang dirasakan serba tidak ada, hanya sawah, lading, kebun dan hamparan tanah yang harus segera di garap saat musim hujan tiba kemudian di tanami sehinggak mendapatkan hasil setelah panen tiba. Hidup di desa hanya membuat para tengkulak menjadi kaya, sementara para penggarap tanah tetap saja hidupnya tak banyak yang berubah. Hanya ketenangan bagi orang orang desa dapat diraskan. Hanya kebersahajaan yang dapat dirasakan, hanya keramahan yang terbuang dari senyuman para orang desa, sementara keringat yang tercucur tidak akan pernah di pikirkan sebagai ssebuah beban.

Tidak ada komentar: